Belajar Dari Petani Kini Sukses Menekuni Bisnis Jamur

Berawal dari hobinya jalan-jalan ke daerah pertanian, perkebunan, dan peternakan di tengah padatnya jadwal kuliah yang terkadang menjemukan, siapa sangka Rial Aditya (32) kini bisa sukses menjadi petani jamur berdasi.

Mengawali usaha jamur sejak masih kuliah di tingkat 3 Program Studi Biologi Institut Teknologi Bandung, tepatnya pada tahun 2005 silam, pengusaha sukses yang akrab dipanggil Rial ini mengaku terinspirasi menekuni bisnis jamur setelah berkunjung ke Daerah Cisarua Bandung Barat dan melihat sentra budidaya jamur tiram terbesar di Indonesia.

“Dari berbagai interaksi dengan petani, saya lantas sering mencoba merintis usaha. Mulai dari usaha sayuran, budidaya anggrek, ternak ayam, ternak itik, dan lain sebagainya. Alhamdulillah rata rata hanya berlangsung 2-3 bulan. Waktu itu jiwa mahasiswa masih galau dan gampang bosan, sampai akhirnya saya berkunjung ke sentra budidaya jamur tiram di Cisarua. Banyak hal unik yang bisa saya pelajari dari bisnis jamur, dan dari sinilah saya mulai jatuh cinta dengan jamur hingga sekarang ini,” jelasnya.

Sebagai Sarjana Bangga Disebut Petani

Ketika ditanya mengapa memilih bisnis di bidang pertanian, Rial menyadari bahwa keunggulan negeri ini terletak pada bidang pertanian dan kelautan. Namun sayang sampai hari ini kedua bidang tersebut identik dengan masyarakat miskin, petani yang sudah tua, dan profesi yang dianggap tidak bonafid.

“Tidak ada kebanggaan lagi menjadi seorang petani apalagi bagi pemuda. Para pemuda lebih memilih menjadi pegawai pabrik atau menjadi TKI daripada menjadi penerus generasi petani. Saat itu sebagai pemuda saya berusaha untuk berfikir sebaliknya. Saya harus menjadi seorang sarjana yang bangga disebut petani. Petani sukses, petani berdasi, namun tidak segan turun ke sawah, ke kebun, berkotor-kotoran dengan lumpur, dan menyatu dengan alam,” begitu ucapnya.

Pengusaha sukses di bisnis jamur

Awal mula terjun di bisnis budidaya jamur, Rial tak langsung sukses mengantongi omzet besar. Dari 10 ribu baglog jamur yang seharusnya bisa panen dalam satu musim 4 – 5 ton ternyata Ia hanya bisa panen sekitar 15 kilo. “Saat itu sempat kebingungan apalagi masih kuliah dan menggunakan modal orang lain. Setelah dianalisis ternyata bibit jamur yang saya beli dari petani jamur lainnya kurang bagus,” tambahnya.

Sambil belajar bertanggung jawab dan siap menghadapi resiko, kegagalan tersebut menjadi pemicu bagi suami Winda Agustiani ini untuk belajar membuat bibit jamur sendiri. Dan berkah dari kegagalan menjadikannya saat ini sebagai produsen bibit yang produknya sudah dikirim ke berbagai daerah di Indonesia.

“Gagal dan sukses tentu sudah menjadi bagian dari usaha ini. Alhamdulillah, perjalanan 10 tahun ini melatih saya dan tim untuk tetap siap menghadapi segala resiko kegagalan dan kebangkrutan dan tetap maju sambil meluruskan niat untuk melayani sebanyak mungkin orang,” kata Rial.

Mulai Mengembangkan Bisnis Olahan Jamur

Setelah sukses merintis bisnis budidaya jamur, Rial mulai melebarkan sayap bisnisnya dengan memasuki dunia kuliner. Hasil panen jamur yang Ia petik setiap harinya mulai dikembangkan menjadi beragam jenis menu olahan jamur yang menggoda selera. Sebut saja seperti keripik jamur Moyster , burger jamur, siomay jamur, bakso jamur, abon jamur, bakpao jamur, katsu jamur, dan lain sebagainya.

Bisnis olahan jamur

“Kami menggunakan bahan baku utama jamur yang dibudidayakan dan dipanen dari kebun sendiri. Dan mudah-mudahan dalam waktu 5 tahun ke depan kami bisa membuka 1.000 gerai kuliner jamur di Indonesia baik berupa cabang maupun sistem waralaba. Harapannya melalui bisnis kuliner jamur ini banyak tenaga kerja yang bisa terserap, dan hadirnya juga menjadi makanan alternatif yang sehat dengan harga cukup terjangkau,” tutur pengusaha sukses tersebut.

Dengan bantuan karyawan dan tim pengelola inti sekitar 16 orang yang dibagi menjadi 4 sub bidang usaha, yaitu produksi bibit jamur, budidaya jamur, kuliner jamur, dan pengolahan limbah budidaya jamur untuk digunakan sebagai media budidaya cacing, kedepan Rial berharap tidak hanya bisnis kuliner jamurnya saja yang bisa dikenal luas masyarakat namun Ia juga ingin memperkenalkan model bisnis baru dengan membuat sebuah system integrated mushroom farming.

“Kemenangan terbesar saya adalah ketika segala macam kegagalan dan kesuksesan yang dirasakan mengantarkan kita pada satu kesimpulan bahwa hidup adalah pelayanan. Nikmati saja setiap proses yang sedang dijalani, jangan banyak mengeluh, biarkan segala macam kegagalan, rasa sakit, dan susah menjadi bagian dalam pendewasaan perjalanan usaha kita. Karena itulah yang membedakan antara pengusaha gagal dan pengusaha sukses,” pesannya menutup sesi wawancara kami.

Tim Liputan BisnisUKM