Bertahan Dengan Kue Tradisional Kipo

kue kipoMenekuni usaha resep tradisi keluarga  menjadi hal yang membanggakan bagi Ibu Surepti (43) dan keluarganya. Berawal dari pengalaman membantu pembuatan kue kipo milik saudaranya, kini Ibu Surepti mampu merintis usahanya sendiri. Tahun 1995 menjadi awal Ibu Surepti memutuskan untuk merintis usaha sendiri sebagai pembuat kue tradisional kipo yang dikenal sebagai makanan khas kotagede Yogyakarta. Bersama dengan suaminya, usaha pembuatan kipo tersebut menjadi mata pencaharian pokok bagi ibu berputra tiga tersebut.

Kipo sendiri merupakan makanan berbahan baku tepung beras ketan, gula merah, parutan kelapa, dan daun katu sebagai pewarnanya. Menurut Ibu Surepti, kipo sudah ada sejak jaman nenek moyang dahulu. “Dinamai kipo konon karena dahulu kue ini belum ada namanya, sehingga banyak orang bilang iki opo? (ini apa?), kemudian lahirlah nama kipo yang berasal dari kata iki opo tadi,” kata Ibu Surepti ketika ditemui di rumahnya Jagalan Banguntapan Bantul (8/3).

kue kipo2Proses pembuatan kue kipo sendiri termasuk mudah, namun butuh ketelatenan dalam takaran bahan yang digunakan. Tiap sekali produksi, Ibu Surepti menggunakan parutan kelapa 5 kg, gula jawa 3 kg, dan tepung beras ketan 5 kg. Bahan dengan tekaran tersebut akan menghasilkan 500 buah kue kipo. Untuk proses pembuatannya, gula jawa yang dijadikan isian dilarutkan terlebih dahulu dengan direbus. Kemudian dicampur parutan kelapa dengan digoreng. Adonan tepung beras ketan yang telah diberi pewarna alami daun katu kemudian dipipihkan sesuai dengan ukuran standarnya. Gula jawa yang telah dicampur parutan kelapa tadi kemudian dimasukkan dalam tepung ketan yang sudah dipipihkan. Setelah itu digulung, lalu dibakar di atas penggangan beralasakan seng dan daun pisang.

pembuatan kue kipoMenurut Ibu Surepti, saat ini beliau dibantu oleh suaminya rutin memproduksi kue kipo setiap hari. Kue kipo tersebut kemudian dipasarkannya melalui sistem ‘titip jual’ di pedagang makanan yang ada di Pasar Kotagede dan perempatan Tamansari Yogyakarta. “Untuk pasar kotagede, kami nitipnya tiap pagi dan sore hari, dengan rata-rata 150-200 buah kipo sekali nitip,” imbuh Ibu Surepti tentang pemasarannya. Saat ini, dengan jumlah produksi rata-rata per hari 250-400 buah kipo, Ibu Surepti dan suaminya mengaku sudah kualahan. Sehingga, ketika ada pesanan dengan jumlah besar, biasanya beliau ‘membagi’ dengan pembuat kipo lain yang juga masih kerabatnya. “Biasanya untuk pesanan berasal dari hajatan pernikahan atau rapat-rapat instansi pemerintah,” tambah Ibu Surepti.

Harga satu bungkus kipo tersebut adalah Rp.1.000,00 yang berisi 5 buah kipo. Harga tersebut juga disesuaikan dengan harga bahan baku yang berubah-ubah dan mengalami peningkatan. Dalam sehari, Ibu Surepti mengaku bisa memperoleh omset penjualan Rp.400.000,00. Namun, ketika ada moment seperti bulan ramadhan dan liburan sekolah, omzet yang diperoleh bisa lebih besar lagi.

pemanggangan kue kipoDengan kue kiponya tersebut, Ibu Surepti sering juga diundang dalam pameran-pameran yang diadakan dinas terkait di wilayah Jogja dan Bantul. Bahkan beliau juga pernah mengikuti Gelar Potensi Industri Kreatif Produk UMKM Jogja di Taman Pintar. Ibu Surepti mengaku bangga,  dengan berbekal kue kipo tersebut, selain bisa melestarikan makanan tradisional, beliau juga bisa menyekolahkan putra-putrinya hingga ke jenjang tinggi.

Tim liputan bisnisUKM

2 Komentar

  1. adakah kebijakan khusus bagi makanan tradisional di DIY? mengingat bahwa saat ini usaha perdagangan dan industri di bidang makanan terutama makanan modern sudah sangat banyak dan berkembang pesat. adakah program pemerintah yang mendukung melestarikan usaha perindustrian makanan tradisional. ada berapa jumlah usaha makanan tradisional di DIY? khususnya mengenai KIPO.

Komentar ditutup.