Bisnis Kreasi Peci Rajut

Peci maupun songkok menjadi salah satu kebutuhan yang selama ini menjadi identitas kaum pria muslim, khususnya di Indonesia. Karena menjadi salah satu kebutuhan yang cukup identik, tidak jarang tiap-tiap orang bisa memiliki lebih dari satu buah peci/ songkok di rumahnya. Kondisi demikian ‘ditangkap’ sebagian orang sebagai sebuah peluang bisnis yang bisa dikembangkan. Terlebih, seiring makin berkembangnya waktu, kemasan peci (desain dan bahan baku) semakin hari juga kian beragam.

Kalau dulu peci identik dengan warna hitam ataupun putih polos, maka saat ini jamak ditemui peci dengan warna yang beragam. Sedangkan dari segi desain dan bahan baku yang digunakan, perkembangannya juga sejalan dengan dengan inovasi warnanya. Tidak jarang saat ini kita menemukan peci dengan desain dan bahan baku yang unik, salah satunya adalah peci rajut.

bisnis peci rajutBukan menjadi sesuatu hal yang asing lagi perihal peci rajut yang mulai digemari berbagai kalangan sebagai salah satu identitas atau bahkan perlengkapan dalam beribadah. Tingginya peminat peci rajut ternyata berbanding lurus dengan makin banyaknya pihak-pihak yang memproduksinya. Salah seorang diantaranya adalah Eki Retno Mawati (45), yang sudah menekuni usaha pembuatan peci rajut sejak tahun 2000.

Belajar Membuat Kerajinan Rajut Secara Otodidak

Ditemui tim liputan bisnisUKM di rumahnya, Ibu Eki begitu beliau disapa berujar jika sejak awal pihaknya belajar tentang ketrampilan merajut secara otodidak. “Otodidak, terlebih di daerah sini tidak sedikit pelaku usaha yang mengembangkan usaha sejenis, sehingga proses belajarnya menjadi lebih mudah,” jelasnya. Tidak butuh waktu yang lama bagi ibu 4 orang putra tersebut untuk mempelajari teknik-teknik rajut yang dikenal cukup rumit. Setelah berhasil menguasai beberapa teknik yang ada, Ibu Eki mulai mengkreasi peci-peci rajut dengan beragam desain.

kreasi peci rajutSebagai pemula dalam bisnis tersebut, Ibu Eki sadar harus berjuang keras dalam memperkenalkan dan memasarkan produk peci rajutnya. Tidak tanggung-tanggung, Ibu Eki langsung menyasar wilayah Bandung yang dikenal sebagai kota fashion sebagai area pemasarannya. Dirinya sendiri yang menjajakan kreasi peci rajut secara door to door ke toko-toko fashion di kota yang disebut juga dengan paris van java itu. “Sebagian besar toko menolak saat itu, namun karena sudah kadung (terlanjur-Jawa) di sana, maka pantang bagi saya untuk menyerah,” terangnya sembari tertawa.

Strategi Pemasaran

Nekat, begitulah yang bisa digambarkan dari proses pemasaran yang pertama kali dilakukan Ibu Eki. Karena ditolak, dirinya rela menjajakan peci rajutnya di emperan depan toko (yang menolak) tersebut sebagai pembuktian bahwa peci rajutnya layak jual. Hasilnya di luar dugaan, peci yang dibawanya langsung dari Jogja tersebut laku dan disukai oleh masyarakat. “Karena melihat bahwa dagangan saya laku, si pemilik toko akhirnya mempersilahkan saya untuk memasarkan peci rajut ini di sana,” imbuhnya.

Dari toko itulah Ibu Eki bisa memasarkan produk peci rajutnya hingga ke hampir seluruh wilayah Jawa Barat. “Ibaratnya mereka sebagai pintu buat saya untuk memasarkan peci-peci ini ke Cirebon dan beberapa kota lainnya di Jawa Barat,” lanjutnya. Sampai detik ini pun, dua wilayah itulah (Bandung dan Cirebon) yang menjadi pangsa pasar utama peci rajut Ibu Eki yang menggunakan Kharisma sebagai brandnya.

Dibantu 5 orang tenaga produksinya, saat ini dalam sebulan Ibu Eki rata-rata bisa memproduksi hingga 25 kodi. Peci-peci tersebut kemudian dipasarkan dengan harga yang bervariasi, yakni Rp.15.000,00 s.d. Rp.25.000,00/ pcs. “Dengan harga jual yang cukup terjangkau, saya bisa memperoleh keuntungan sampai dengan 20%,” lanjutnya. Selain memasarkan produk kreasinya sendiri, Ibu Eki juga menampung dan menjadi pengepul pengrajin peci rajut lain di daerah tersebut.

Pasar yang sudah terbentuk menjadi salah satu faktor bagi Ibu Eki untuk membantu pengrajin lain dalam memasarkan produk-produk kreasinya. “Dari segi keuntungan sebagai pengepul memang tidak cukup besar, karena di sini saya lebih ke arah sosial membatu mereka (pengrajin lain) memperoleh pasar,” terangnya.

Mengatasi Kejenuhan Pasar Dengan Diversifikasi Produk

bisnis tas rajutUntuk mengantisipasi kejenuhan pasar terhadap produk kreasinya, Ibu Eki saat ini mulai melakukan diversifikasi dengan memproduksi tas rajut, dompet rajut, dan bross rajut. “Baru mulai tahun ini (2013) untuk produksi tasnya, karena saya ingin menciptakan kreasi lain sebagai antisipasi kejenuhan pasar yang sangat mungkin terjadi ke depannya,” imbuhnya. Untuk produk-produk tersebut saat ini masih dipasarkan dalam area lokal Jogja, karena keterbatasan dalam kapasitas produksi.

“Untuk tas saya hanya memproduksi 2 buah dalam seminggu, untuk dompet rajut bisa mencapai 4-6 buah per minggunya, sementara untuk bross bisa 10-15 buah per hari” ujarnya lagi. Dengan adanya pengembangan kreasi produk dalam bentuk lain, Ibu Eki berharap jangkauan pasarnya bisa lebih luas lagi. “Dengan begitu, maka omzet yang kami peroleh juga lebih besar lagi,” imbuh Ibu Eki sekaligus menutup sesi wawancara pada sore hari tersebut.

Tim liputan bisnisUKM

 

1 Komentar

Komentar ditutup.