Kenalkan Bisnis Kuliner Sehat, Omzet Mbah Mendes Rp 80 Juta/ Bulan

Di tengah maraknya pertumbuhan restoran junk food yang menawarkan menu serba instant, Hanny Susilo Amadeus (60) merasa sangat prihatin karena kebiasaan masyarakat yang sering mengkonsumsi junk food bisa memicu penyakit berbahaya.

Dari situlah lelaki paruh baya ini mulai terinspirasi untuk mencoba meneruskan kembali kesuksesan warung bakmi lethek Mbah Mendes yang dulunya dilakoni oleh mbah putri (neneknya). Bermodalkan dana patungan bersama adik-adiknya, Hanny bertekad untuk membuka kembali warung mie lethek Mbah Mendes yang dulunya tersohor di Bantul.

Berbeda dengan generasi sebelumnya, Hanny ingin merintis bisnis kuliner sehat dengan mengembalikan cita rasa asli mie lethek Mbah Mendes yang gurihnya sangat terasa meski pengolahannya tanpa menggunakan MSG atau micin.

“Meski bisnis kuliner sehat ini baru yang saya jalani sekitar dua tahun, sebenarnya dulu awalnya sudah dilakoni sama mbah putri, dilanjut dengan bulek (tante), lalu saya dan adik-adik adalah generasi ketiga. Tapi warung yang kami jalani sekarang pengennya mengembalikan keaslian rasa tanpa micin (penyedap rasa), seperti waktu mbah dulu,” kata Hanny.

Saat ditemui di Warung Mie Lethek Mbah Mendes di Jalan Ringroad Utara, Maguwoharjo, Hanny mengungkapkan pengalamannya merintis bisnis kuliner sehat memang berbeda dari usaha makanan pada umumnya. Ia harus mencari ramuan yang pas, agar makanan yang disajikan bisa tetap enak meski tak menggunakan bumbu penyedap Monosodium Glutamat (MSG), borks, dan bahan kimia berbahaya lainnya.

“Kalau generasi kedua, waktu itu dipegang almarhumah bulek saya, saya bertanya bagaimana supaya makanan enak, dulu mbah pake apa? Ya jawabnya simpel, wes (sudah) pokoknya ora (tidak) enak kalau tanpa mecin, pakai moto aja, nggak usah coba-coba,” ucapnya.

Karena kepeduliannya terhadap makanan sehat, Hanny mencoba berbagai racikan sampai akhirnya ia menemukan formula yang pas sekitar 3-4 belakangan ini. Setelah itu ia memberanikan diri untuk membuka kembali warung mie lethek tanpa MSG dan hasilnya pun sangat bagus, citarasanya tak kalah lezat dengan mie lethek asli buatan neneknya.

Mengapa Akhirnya memilih Mie Lethek?

Mie Lethek Mbah Mendes

Mengingat bapak satu anak ini merintis usaha dengan modal patungan bersama adik-adiknya, ketika memilih bahan baku pun Ia sempat mendapatkan penolakan dari pihak keluarga. “Adik-adik saya ingin menggunakan bahan mie kuning, sementara yang lainnya ada juga yang ingin pakai soun,” jelasnya.

Saat itu Hanny harus bisa membuktikan argumennya, ia mencari tahu bahwa ternyata mie kuning mayoritas pembuatannya menggunakan boraks dan karena sifatnya mie basah maka harus produksi setiap hari.  Tidak hanya itu saja, ia juga melakukan penelitian bahwa soun terus terang pemutihnya banyak banget. Sampai akhirnya ia memilih pakai mie lethek dari Bantul yang pembuatannya masih sangat tradisional.

“Sebenarnya prosesnya pembuatannya panjang banget, dan menggunakan tenaga sapi. Proses terakhir jemur matahari, kalau jemur matahari bagus hingga kering, satu tahun lebih pun mie ini tahan, tapi kalau jemurnya tidak kering paling hanya 4-5 bulan sudah nggak kuat,” lanjut suami dari Endang Sujiati Rahayu ini.

Tambahkan Menu Nasi Goreng Jagung

Selain menyajikan menu andalan mie lethek khas Bantul, warung Mbah Mendes juga memiliki menu  nasi goreng sehat. Tak kalah panjang dengan cerita awal mula memilih menu mie lethek, agar terlihat berbeda dengan nasi goreng di warung lain pria kelahiran Yogyakarta, 17 Februari 1960 ini juga menjual menu nasi goreng yang mana nasinya juga sehat karena berbahan jagung dan tidak mengandung gluten.

Sebelum menggunakan nasi jagung, awalnya Hanny mencoba beras organik tapi hasilnya kurang bagus karena nasi goreng dari beras organik justru tekstur nasinya lembek sehingga jika diolah menjadi nasi goreng kurang cocok. Sampai akhirnya ia kedatangan mantan Walikota Depok yang menyempatkan diri jajan di warung Mbah Mendes. Dari informasi beliau, Hanny mendapatkan sebuah merek nasi jagung yang bisa menghasilkan cita rasa lezat dan tekstur yang pas jika diolah menjadi nasi goreng.

Keunikan menu sehat yang ditawarkan dan keberanian Hanny dalam menciptakan pembeda diantara warung bakmi lainnya yang menjamur di Jogja, terbukti cukup berhasil menyedot perhatian masyarakat luas. Bahkan sekarang ini warung bakmi lethek Mbah Mendes ini menjadi jujukan wajib para wisatawan yang berkunjung ke Yogyakarta.

Melalui strategi promosi dari mulut ke mulut dan memanfaatkan fasilitas di media sosial, sekarang ini dari ketiga cabang warung bakmi lethek Mbah Mendes, Hanny bisa meraup omzet sekitar Rp 80 juta setiap bulannya. “Awal-awal memang selalu nombok, tapi sekarang sudah membaik, kalau pendapatan memang nggak tentu dan nggak bisa dipastikan, tapi kotornya bisa mencapai Rp 80 juta/bulan. Dulu kan modalnya saya patungan sama adik-adik, pinjam bank juga untuk perluasan dan akhirnya bisa membaik sampai sekarang,” kata pria yang murah senyum ini.

Untuk bisa mencapai kesuksesan seperti sekarang ini, dalam berbisnis Hanny mempunyai prinsip harus ulet, tangguh dan berani, apalagi jika memilih terjun di bisnis kuliner, keadaan sepi atau ramai harus bisa bertahan. Yang terpenting, cari cara yang tidak biasa agar usahamu bisa menarik di mata pelanggan.