Lestarikan Kembali Pangan Lokal Indonesia

aneka-jajanan-pasar Betapa kayanya Indonesia. Apa yang tidak bisa ditanam di Indonesia. Kita semua harus mensyukuri atas semua pemberian Tuhan Yang Maha Esa kepada bangsa Indonesia yaitu  pemberian  berbagai macam bahan makanan, laus yang luas, laut yang hasilnya melimpah, tanah yang luas, tanah yang subur, sehingga apa yang di tanam bisa tumbuh dan menghasilkan pangan.

Indonesia mempunyai kelebihan yang luar biasa bila dibanding dengan bangsa-bangsa lain di dunia. Apapun yang kita tanam bisa tumbuh bahkan orang Belanda bilang di Indonesia jari di tanam bisa tumbuh. Itu artinya bahwa wilayah Indonesia ini memang betul-betul sangat subur dan kaya akan berbagai macam pangan lokalnya.

Pangan lokal sesungguhnya merupakan bentuk kekayaan budaya kuliner kita. Keanekaragamannya yang terbentuk atas dasar ketersediaan bahan baku dan kebutuhan lokal, menjadikannya memiliki tingkat kesesuaian yang tinggi dengan kebutuhan masyarakat akan energi bagi tubuhnya. Seperti halnya umbi-umbian.

Saat ini, umbi yang masih kita kenal hanya ubi jalar dan ubi kayu saja. Bagi kita, nama-nama umbi seperti gembili, ganyong, uwi, suweg, gadung, bentoel dan lain-lain terdengar asing ditelinga. Apalagi untuk anak-anak, saat ini mereka banyak yang tidak kenal jajanan pasar seperti gatot, tiwul, blendong/blendus/gronthol, jemblem, combro, cenil, klepon, gempo yang semakin lama semakin tenggelam dengan banyaknya makanan kemasan di warung-warung sekitar.

Selama ini makanan umbian masih kurang diminati karena masyarakat menilai pangan umbian saat ini ketinggalan zaman. Akibatnya pangan tersebut jarang sekali disajikan sebagai hidangan sehari-hari atau sebagai camilan. Masyarakat kini masih memandang bahwa makanan Barat yang siap saji (fast food) lebih baik, sehat dan higienis. Padahal, makanan tersebut hampir seluruhnya menggunakan bahan baku terigu yang bahan bakunya di impor, seperti pizza atau mie.

Umbi-umbianSiapa bilang umbi-umbian adalah makanan desa, ketinggalan zaman dan tak bergizi. Berdasarkan penelitian, umbi-umbian tersebut memiliki kandungan gizi yang tinggi. Suweg memiliki kandungan kalsium yang baik bagi pertumbuhan anak, dapat menguatkan tulang dan gigi baik bagi anak maupun orang dewasa. Begitu juga dengan kimpul, selain mengandung kalsium, juga mengandung kalori yang digunakan oleh tubuh untuk beraktifitas.

Sedangkan uwi memiliki fosfor dengan kandungan tinggi yang digunakan oleh tubuh untuk proses metabolisme. Tidak ketinggalan dengan gadung, umbi ini ternyata mengandung vitamin C cukup tinggi, bagus untuk meningkatkan kekebalan tubuh serta menghindari serangan flu di musim yang mudah berubah seperti sekarang. Untuk umbi ganyong, data Direktorat Gizi Depkes RI menyebutkan bahwa kandungan gizi Ganyong tiap 100 gram secara lengkap terdiri dari kalori 95,00 kal; protein 1,00 g; lemak 0,11 g; karbohidrat 22,60 g; kalsium 21,00 g; fosfor 70,00 g; zat besi 1,90 mg; vitamin B1 0,10 mg; vitamin C 10,00 mg; air 75,00 g.

Untuk itu, perlu diperkenalkan kepada anak-anak sejak dini tentang manfaat mengkonsumsi makanan umbi-umbian. Hal ini dapat dilakukan mulai dari keluarga dengan menyajikan makanan lokal, kantin sekolah bahkan pasar swalayan. Sehingga makanan lokal akan menjadi tuan rumah di negeri sendiri dan juga bisa diterima secara internasional. Selain itu dengan memanfaatkan berbagai pangan lokal, akan baik bagi stabilitas pangan suatu daerah. Jenis yang semakin banyak memungkinkan masyarakat untuk memiliki alternatif pangan lain selain beras dan terigu.

(Sumber gambar: http://putri-cookies.blogspot.com/2009/05/jajan-pasar.html, http://mozaikdunia.blogspot.com/)

3 Komentar

  1. Menarik sekali, saya turut mendukung dan ingin bergabung membantu mensukseskan pangan lokal. sampai saat ini saya masih seneng makan jenang canthel. tapi bentuk modernnya apa ya yg sdh dimodifikasi?

Komentar ditutup.