Pakai Cara Pemasaran Unik, Dulunya Warung Jadi Restoran

Kudus – Pengalaman Nichal Agbas (35) yang turut mengelola perusahaan sirup dan kecap “Baston Food” milik orang tuanya, membuatnya mengetahui seluk beluk sebuah usaha makanan. Bagaimana mengelola manajemen keuangan, sumber daya manusia, menilai makanan layak dan berkualitas.

Ketika usaha sirup dan kecap yang berdiri sejak tahun 1985 itu menghasilkan keuntungan dan semakin berkembang, Nich begitu panggilan akrabnya membeli lahan pada tahun 2010 yang tak jauh dari lokasi perusahaan milik orang tuanya dengan tujuan membangun usaha baru.

Awalnya kedua orang tuanya mengusulkan warung sejuta umat, dimana menunya adalah mi, bakso dan semacamnya. Namun bagi lulusan Sarjana Ekonomi UII Yogyakarta ini hal itu tidak memiliki kekhasan atau sesuatu yang berbeda. Karena di Kudus telah marak pengusaha makanan serupa.

Memadukan makanan sehat dan bisnis herbal

“Jarang masuk kuliah, malah sering ikut seminar yang diajarkan langsung sama praktisi. Dari sana dapat ilmu pemasaran, kreativitas, iklan, dan berpikir diferrent. Jadi kalau ingin sukses kita harus beda. Konsumen tidak suka hal yang generik atau umum. Mereka juga tidak ingin mencoba hal yang baru tetapi sama saja,” papar putra pertama dari lima bersaudara pasangan Sartono Agbas dan Yuinul Muna ini.

Kebetulan sang ibu pandai meracik jamu yang juga sudah memiliki izin dan bersertifikasi, maka Nich terpikir untuk membangun usaha kuliner sehat. Dan tercetuslah warung herbal “Gentong Sehat” pada 2011.

Dari awal membuka usahanya itu, Nich mengkonsep tempat makan yang bisa menjangkau seluruh kalangan. Harga yang ditawarkan pun sangat terjangkau. Karena bertujuan mengajak masyarakat mengkonsumsi menu masakan yang sehat. Tanpa MSG, pengawet, dan bahannya diambil dari sistem pertanian organik.

”Konsep menampung semua segmen. Ketika konsumen sudah tahu kualitas masakan, harga, atmosfernya, kemudian kami ganti image dengan rebranding. Dari warung menjadi Resto Herbal,” tuturnya.

Dari Warung Beralih ke Konsep Resto Herbal

Rebranding tersebut juga sebagai salah satu strategi pemasaran. Karena pada awalnya sudah mampu menampung konsumen, sehingga tidak mempengaruhi jumlah konsumen tapi justru meningkatkan jumlah pengunjung. Target konsumen pun menjangkau seluruh kalangan, dari bawah hingga menengah atas.

”Harga kaki lima, tapi sajian ala resto yang rasanya enak dan tentunya sehat. Itulah yang mengangkat di awal menarik massa yang seterusnya menjadi pelanggan setia,” ujar ayah dua putra ini.

Usai rebranding, logo juga diperbaharui. Konsep pun dikembangkan, tak hanya menyajikan makanan sehat tapi juga melayani masyarakat mencari solusi obat dengan kemampuan herbal yang juga didukung dengan mengkonsumsi makanan sehat.

Mulai September 2015 lalu, Gentong Sehat membuka Kedai Herbal yang fokus ke penyajian jamu rebus atau jamu godog. Nich melanjutkan, ketika resto herbal sudah fokus di tahun ke empat, kemudian baru berani membuka Kedai Herbal. Ia pun mengakui perusahaan yang ia kelola ini termasuk unik. Karena dalam satu perusahaan terdapat usaha kuliner dan jamu. Dan bergabungnya kedua usaha tersebut, tercapailah makna “Gentong Sehat”. Yang berarti wadah atau tempat yang sehat.

Sempat Kebakaran Hingga Merugi Ratusan Juta

Nich yang juga hobi berwisata kuliner ini bersyukur, kini usahanya terus mengalami peningkatan. Meski beberapa tahun lalu sempat mengalami musibah kebakaran, yang ditaksir kerugiannya nyaris ratusan juta rupiah. Namun, dalam waktu singkat bisa bangkit kembali.

Tanaman herbal di Gentong Sehat

”Tapi ada hikmahnya, saya jadi mengenal karyawan lebih baik lagi. Padahal resto tutup sekitar dua bulan. Bersyukur memiliki tim yang solid dan mau bersama bangkit,” jelasnya.

Resto herbal yang mengusung masakan nusantara ini juga melakukan promosi online dan offline di berbagai sosial media. Hingga tahun ke dua Nich mengaku belum merasakan keuntungan, tapi dengan promosi yang gencar, di tahun ke tiga pendapatan sudah mulai stabil. Untuk memberikan pelayanan yang memuaskan beberapa trik Nich terapkan di restonya. Di antaranya, memberikan welcome drink berupa teh rosela dan kripik singkong.

Di weekend tak jarang Nich memperbolehkan grup musik berbakat di Kudus untuk mengisi musik akustik di restonya. Tak hanya itu, sesekali menyebarkan voucher makan gratis untuk masyarakat sekitar yang sekaligus diisi pengecekan atau konsultasi gratis untuk pengobatan herbal.

Bisnis makanan sehat tanpa MSG

”Menunya merakyat dan menggunakan bahan pilihan, misalnya pepes ayam. Ayamnya kami gunakan ayam kampung. Untuk pecel herbal, kami menggunakan daun dewa, bluntas, dan sambung nyawa yang tentu rasanya tak kalah lezat. Ada juga nasi goreng kambing bumbu Arab, aneka menu ikan, dan sayuran. Harganya terjangkau seperti nasi goreng mulai harga Rp 9000,” paparnya.

Nich menuturkan, jika Ramadhan pengunjung melonjak hingga 500 orang per hari. Karena resto baru dibuka jam 15.00 WIB namun akan dilayani pukul 17.00 WIB atau jelang buka puasa. Tak jarang pengunjung mengantri tempat. Ke 30 karyawannya pun kuwalahan melayani. ”Ramadan ini rencana ingin menambah karyawan, untuk memberikan yang terbaik bagi pelanggan,” ujarnya.

Ia berharap, dalam jangka panjang restonya bisa dijadikan masyarakat Kudus sebagai tempat solusi tepat untuk kuliner yang sehat, tempat mencari atau mengobati penyakit dengan cara alami. Rencananya, akan disediakan pula konsultan herbal dan menyediakan jamu godog gratis.

Tim Liputan BisnisUKM

(/Ayu)

Kontributor BisnisUKM.com wilayah Kudus