Perizinan di Daerah Masih Berbelit-belit, UMKM Terpaksa Gagal Ekspor

Perizinan di Daerah Masih Berbelit-belit, UMKM Terpaksa Gagal EksporRencana pemerintah pusat untuk meningkatkan ekspor dari kalangan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) agaknya masih harus terkendala masalah perizinan usaha. Meski sekarang ini pemerintah pusat telah memberikan berbagai insentif kemudahan bagi UMKM untuk mengurus proses perizinan, namun nyatanya perizinan di daerah dinilai masih berbelit-belit dan jauh dari harapan.

Ikhsan Ingratubun selaku Ketua Asosiasi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) mengungkapkan apresiasinya terhadap kebijakan pemerintah yang belakangan ini mulai mendorong kalangan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) untuk merambah pasar ekspor. Dalam berbagai event pameran pun, produk hasil karya pelaku UMKM Indonesia sukses menarik minat pembeli dari mancanegara.

Tapi sayangnya, program pemerintah tersebut belum diiringi dengan kemudahan pengembangan usaha para pelaku UMKM.

“Sampai saat ini perizinan masih sulit, di pusat dan di daerah tak sejalan. Kalau mau mendorong ekspor UMKM, harusnya ada aturan yang memberi kemudahan,” jelas Ikhsan dikutip dari Bisnis.com.

Sampai hari ini banyak pelaku UMKM di daerah yang mengeluhkan proses perizinan usaha di Indonesia bukan hanya berbeda antara pusat dan daerah, tapi UMKM juga harus mengurusnya di berbagai instansi berbeda dengan aturan yang tumpang tindih. Tentu proses ini cukup mengganjal perkembangan pelaku UMKM dalam negeri.

Karenanya Ikhsan menyarankan sebaiknya pemerintah mulai memberlakukan batasan skala bisnis dalam membuat perizinan. Contohnya untuk usaha dengan skala mikro, hanya mengajukan izin ke dinas terkait. Sedangkan untuk industri skala besar, usaha tersebut baru diberi kewajiban mendaftar ke instansi perizinan lain.

Selain wacana pengkategorian skala bisnis dalam membuat perizinan, Ia juga menilai pemerintah perlu memberi batasan waktu kapan izin bagi UMKM harus diterbitkan. Pasalnya, hingga saat ini lama proses pengurusan perizinan di daerah masih banyak yang menggantung tanpa kepastian.

Kondisi ini ternyata juga diamini oleh Fajar Achmad, pelaku UMKM di Yogyakarta ini mengaku produknya tak berani dipasarkan melalui gerai fisik karena tak memiliki perizinan. Produsen produk kecantikan herbal ini tak mendapatkan izin karena Badan Pengawas Obat dan Makanan mewajibkan dirinya memiliki pabrik senilai Rp 2 miliar untuk mendapatkan izin berjualan.

“Saya mau berdagang dulu atau bikin pabrik dulu? Ya terpaksa saya jual lewat online saja, tidak berani pasarkan lewat gerai fisik,” jelas Fajar.

Hal serupa ternyata juga dialami oleh Ririn Ariani, pengusaha perhiasan Bali ini juga mengakui bahwa dirinya belum mendapatkan perizinan untuk bisnisnya hingga kini. Dia berujar sudah sejak lama mengajukan izin, tapi masih terkendala beberapa pungutan liar di dinas terkait.

“Ketika mengajukan izin, ada banyak dana yang mesti dikeluarkan. Padahal, dengan izin tersebut saya bisa mengembangkan bisnis ini,” tutur Ririn ketika dihubungi.

Kendati kelengkapan berkas perizinan usaha bisa membuka kesempatan bagi pengusaha mikro untuk mengekspor produknya serta memperbesar peluang usaha tersebut memperoleh akses atas pendanaan hingga pendampingan untuk pengembangan bisnisnya, namun jika prosesnya berbelit-belit tentu UMKM di daerah sulit untuk mendapatkan seluruh kemudahan tersebut.

Sumber