Potensi Industri Meubel Jepara

Jawa Tengah memiliki sentra-sentra industri yang keunikannya sulit ditiru. Ini merupakan potensi sangat besar untuk terus dikembangkan, sehingga kontribusinya terhadap perekonomian daerah ini bisa makin signifikan. Denyut ekonomi Jawa Tengah sangat kental diwarnai tumbuhnya sentra-sentra industri di sejumlah kota/kabupaten di wilayah ini. Yang menarik, setiap sentra industri punya keunikan yang tak gampang ditiru oleh daerah lain, bahkan negara lain. Tentu saja, ini merupakan potensi ekonomi yang harus didorong terus pertumbuhannya agar dari waktu ke waktu mampu memberikan kontribusi yang makin signifikan terhadap perekonomian daerah dan nasional.

Siapa yang tak kenal ukiran kayu Jepara, yang sudah mampu menembus pasar ekspor di pelbagai negara? Kota Jepara, yang berada di bagian utara Jawa Tengah, memang terkenal dengan sentra industri mebel (kayu) ukiran. Total nilai bisnis industri mebel di kota ini tahun 2006 tercatat Rp 1,3 triliun. Jumlah perusahaan yang terlibat di industri ini mencapai 518 perusahaan, sementara jumlah tenaga kerjanya 27.271 orang. Dan, sekitar 60% produk meubel Jepara dijual ke pasar mancanegara dan sisanya ke pasar dalam negeri.

Pemerintah daerah Jepara akan terus memperbaiki sejumlah fasilitas yang ada untuk mendorong perkembangan sentra industri mebel ukir di kota ini. Caranya, memperkuat fasilitas umum, seperti Jepara Trade Center. Pusat perdagangan yang diluncurkan pada 2007 ini terdiri atas pusat promosi (yang juga berfungsi sebagai balai lelang), pusat informasi, pusat desain, serta advokasi atas hak dan kekayaan intelektual.

Seputar Industri Mebel

Industri mebel Indonesia terdiri atas produk-produk kayu (kayu karet, mahogani, jati, akasia), rotan dan logam/plastik baik untuk ekspor maupun konsumsi dalam negeri. Sementara perusahaan besar umumnya mengkhususkan diri pada campuran panel (kayu lapis, papan partikel dan papan serat kepadatan sedang) dan kayu keras, produsen kecil-menengah berfokus pada mebel kayu keras. Hal itu disebabkan oleh tingginya biaya modal yang diperlukan untuk menghasilkan mebel berlapis panel. Bagi produsen kecil-menengah, biaya panel yang dibeli sebagai bahan masih tinggi, sebagaimana harga pasar produk-produk ini tercermin pada permintaan dalam negeri dan ekspor terhadap kayu lapis, papan partikel, dan papan serat kepadatan sedang (Tinjauan Rantai Industri Mebel tanggal 16 Februari 2007).

Sentra-sentra industri mebel dan kerajinan di Jawa Tengah terutama berkembang pesat di Semarang, Jepara, Solo dan Yogyakarta. Industri permebelan dan kerajinan ini didominasi oleh Usaha Kecil dan Menengah (UKM) dengan sistem home industry yang bekerjasama dengan industri-industri besar (Road Map Revitalisasi Industri Kehutanan Indonesia, 2007).

Menurut Road Map Revitalisasi Industri Kehutanan Indonesia (2007), permasalahan yang dihadapi industri permeubelan dan kerajinan sebagai berikut:

– kurangnya bahan baku

negative brand image akibat pembalakan liar

– rendahnya kualitas produk Indonesia dibanding produk dari negara lainnya.

– lebih mahalnya harga produk Indonesia dibanding pesaing.

– lebih disukainya produk-produk bersertifikat.

Ambar Tjahyono, Ketua Umum ASMINDO menyebutkan  dari segi kualitas bahan baku dan desain produk, Indonesia memiliki keunggulan dibandingkan dengan negara produsen mebel lainnya (Bank Ekspor Indonesia, 2007).

Proses Produksi

1. Setelah ditebang, kayu bulat dikuliti dan dipotong menjadi papan di kilang gergaji, kemudian kayu ditumpuk dan diantar dengan truk ke lahan penerimaan pabrik mebel. Syarat pembayaran biasanya tunai ke kontraktor yang memotong dan mengangkut kayu. Bahan-bahan lain, dari panel sampai lem, bahan pemulas, perkakas, kemasan, dan bahan tak langsung dibuat setempat atau di pabrik mancanegara dan dibeli dari pemasok yang biasanya bekerja atas pembayaran net-30, yang berarti seluruh tagihan harus dibayar ke pemasok bahan mentah dalam 30 hari.

2. Setelah diterima oleh pabrik meubel, papan ditempatkan di kamar hampa autoklaf. Campuran encer boraks (untuk terapan penindasan jamur noda biru) dan boriks (insektisida) dimasukkan ke kamar hampa itu dan menyusupi segenap serat dari kayu yang sedang dirawat. Lalu, papan dipindahkan dan ditempatkan langsung di kamar pengering untuk dikeringkan.

3. Proses pengeringan mencakup penghembusan terus-menerus udara panas dan kering ke kamar pengering. Gerakan hidrolis menarik kelembapan yang terbenam jauh di papan. Banyak kamar pengering kini dikendalikan komputer untuk memantau keadaan kamar. Kamar pengering dipantau secara berkala dan kandungan kelembapan sejumlah papan diperiksa. Kayu dikeluarkan setelah kandungan kelembapan kurang dari 10%.

4. Kayu gergajian yang dikeringkan ini dipotong dan digiling di mesin penggosok atau pencetak. Kerja pencetakan memotong enam sisi sekaligus, menghasilkan kayu halus berukuran tepat dan siap untuk pengolahan selanjutnya.

5. Langkah pengolahan berikutnya adalah menyambung-gerigikan (finger-joint) potongan-potongan pendek kayu untuk menyusun papan yang lebih panjang. Potongan lika-liku (zigzag) papan yang tersambung-gerigi memaksimalkan bidang permukaan kayu yang dilem. Jika dilakukan dengan benar, kayu tersambung-gerigi lebih kuat daripada kayu alami yang melingkunginya. Papan sambungan ini digabungkan di mesin tekan kepit besar, lalu digosok lagi untuk menghilangkan kekasaran atau beda ketebalan atau lebar di sepanjang papan.

6. Setelah digiling, dibentuk dan diputar, komponen-komponen dipulas dalam sebuah proses banyak langkah yang mencakup beberapa lapisan awal plamir. Langkah itu melenyapkan permukaan yang tak rata dan lubang di kayu, menghasilkan permukaan licin yang siap bagi pemulasan akhir. Satu-satu komponen dipulas sebagai komponen bagian dari suatu satuan rangkai-sendiri (knock down) atau satuan utuh lewat perakitan memakai paku dan sekrup.

7. Beberapa langkah ulangan diperlukan dalam pemulasan. Pertama, plamir disapukan dalam satu atau dua lapisan. Plamir adalah bahan dari lak yang cepat kering dan, saat kering, membuat penggosokan efisien. Setelah itu, konveyor cat memudahkan kerja penyemprotan dan penganginan. Biasanya sebuah oven segaris menjadi bagian dari jalur perakitan dan memercepat proses pengeringan. Setelah kering, komponen dipindahkan dan dikemas untuk dikapalkan menggunakan lembaran busa polietilen dan karton luar lima lidah (five-ply).

ASPEK PEMASARAN :

Keadaan supply dan demand

·  Perdagangan mebel di pasar dunia saat ini trennya juga cenderung terus membaik. Nilai perdagangan mebel dunia meningkat dari USD 51 milyar pada tahun 2000 menjadi USD 76 milyar pada tahun 2005. Pada 2006, angkanya telah melonjak naik menjadi USD 80 miliar (Bank Ekspor Indonesia, 2007).

·  Namun, pangsa pasar mebel di dunia masih dipegang oleh negara pengekspor mebel terkemuka, antara lain: Italia yang menguasai pangsa pasar sebesar 14,18 %, disusul Cina (13,69%), Jerman (8,43%), Polandia (6,38%), dan Kanada (5,77%). Sedangkan pangsa pasar meubel Indonesia saat ini hanya mencapai 2,9% (Bank Ekspor Indonesia, 2007).

·   Indonesia telah memertahankan pangsa pasarnya lebih-kurang tetap selama lebih dari tiga tahun terakhir pada angka 2,5%, sekalipun terjadi lonjakan tajam pangsa pasar yang direbut oleh China.

·   Pemerintah telah mengupayakan untuk mengembangkan industri meubel dan menetapkan sektor ini sebagai salah satu dari 10 komoditas unggulan ekspor Tanah Air. Selama tahun 2005, ekspor meubel dan kerajinan Indonesia telah mencapai sebesar USD 1,8 miliar. Skala itu meningkat di tahun 2006 menjadi USD 2,2 miliar. Bahkan, di tahun 2007, nilai ekspor meubel dan kerajinan ditargetkan mencapai USD 2,9 miliar. Dan, jika tak ada hambatan, pada 2010 pemerintah menargetkan ekspor meubel nasional bisa menembus USD 5 miliar (Bank Ekspor Indonesia, 2007).

Kondisi persaingan

  • –  Persaingan di pasar ekspor berasal baik dari produsen lokal maupun produsen luar negeri relatif ketat, antara lain :
  • –  Pesaing usaha sejenis yang berasal dari lokal dan sekitarnya.
  • – Pesaing usaha sejenis yang berasal dari luar negeri saat ini masih cukup banyak yaitu antara lain dari negara Cina, Vietnam, Kamboja, Malaysia dan Myanmar, dimana mereka cukup gencar menyerbu pasar Eropa dengan keunggulan kualitas yang tinggi dan harga yang lebih murah karena bahan kayu jati yang melimpah di negara masing-masing, namun dari negara-negara tersebut sebagian besar perusahaan besar yang tidak mau mengekspor dalam partai kecil (satu-dua kontainer dengan barang yang tidak sejenis).

Strategi usaha

Strategi usaha yang perlu dilakukan oleh industri meubel adalah:

  • –  Menciptakan produk yang responsif terhadap permintaan pasar, khususnya pengembangan produk yang unik dan berdesain etnik.
  • –  Membangun dan menggunakan sumber-sumber pasokan bahan baku alternatif.
  • –  Investasi dan perbaikan teknologi.

Diolah dari berbagai sumber

6 Komentar

  1. Mas niat ambil bahan baku dari sulawesi tenggara nggak.
    Kalo minat ntar komunikasinya bisa lewat email saya

  2. pak tolong nasehatnya,kalau kita mau ikut ekspor meubel jepara.toko saya berada di medan. “ANDRE FURNITURE”

Komentar ditutup.