Prinsip Pengusaha Muda Ini, Jangan Berhutang Untuk Memulai Usaha

Sukses di usia muda adalah dambaan setiap orang. Tetapi untuk meraih kejayaan itu tak semudah membalik telapak tangan. Pastinya kerja keras, komitmen, pantang menyerah, tak bosan belajar ada di balik setiap capaian tersebut.

Predikat pengusaha muda yang sukses bisa disandangkan kepada owner Malindo Group, Awam Prihadi Setyo Wicaksono. Bagaimana tidak, di usianya ke-34 tahun, Awam sudah menjadi pengusaha yang cukup sukses.

Bisnisnya di bidang batik, fashion hingga kuliner maju pesat hingga membuka sejumlah unit usaha dan cabang di sejumlah tempat. Tetapi, siapa sangka bahwa jalan berliku harus ditempuh oleh pria kelahiran Kebumen, 18 Oktober 1982 hingga mencapai posisinya saat ini.

Jatuh bangun, jatuh lagi dan bangun lagi dirasakan Awam selama memulai bisnis. Dia bersyukur, usahanya saat ini terus berkembang dan bisa mengayomi banyak orang untuk menghidupi keluarga. Berasal dari keluarga pengusaha, darah wirausaha Awam begitu kental.

Tahun 2002-2003, saat masih kuliah di Purwokerto naluri bisnis Awam sudah terasah dengan baik. Bahkan ketika masih berpredikat mahasiswa semester empat, dia sudah mandiri secara finansial, lepas dari orangtuanya. Dari berbagai usaha yang dijalani, saat itu dia mampu berpenghasilan sekitar Rp 5 juta – Rp 7 juta.

“Saat itu, nasi plus mendoan dan air putih ratarata Rp 1.100,” kata Awam dalam perbincangan ringan dengan Suara Merdeka di Malindo Corner di Jalan S Parman Nomor 19 Kebumen, baru-baru ini. Diceritakannya, saat mulai mengikuti fitness, Awam melihat peluang bisnis kebugaran. Dia pun menjual putih telur dan suplemen.

Selain itu, sembari sibuk kuliah, Awam ikut memasarkan genteng Kebumen secara keliling di Purwokerto. “Kalau mahasiswa lain kuliah dengerin dosen, saya malah mikirin target penjualan genteng, ha ha ha,” selorohnya.

Setelah menikah tahun 2006, suami dari Ifa Apriliawati Wahidah itu meninggalkan usahanya di Purwokerto dan memulai membangun bisnis di Kebumen. Usaha pertama yang dijalani adalah melakukan take over unit usaha milik orangtuanya yang sudah tidak jalan lantaran tidak ada yang mengurus.

Malindo Batik yang ada di Jalan Sutoyo persisnya di kompleks Teminal Non Bus Kebumen. “Saat itu saya beli harganya Rp 33 juta. Cuma waktu itu hanya ada duit Rp 18 juta dari hasil istri jualan parfum. Sebenarnya penghasilan saya lebih dari istri, tetapi uangnya habis.

Maklum derita seorang bujang seberapa pun penghasilan tetap habis juga,” ujarnya menyebutkan kekurangan pembayaran itu Rp 15 juta dicicil selama setahun. Saat akan mulai memasarkan dagangan, muncul kendala. Barangnya banyak tetapi modelnya satu.

Padahal yang dicari konsumen jenisnya banyak, kalau bisa jangan ada yang kembar. Akhirnya, agar dagangan laku, barang itu dijual keliling dengan sistem kredit. “Dari ujung barat sampai ujung timur Kebumen saya masuki,” kisahnya.

Setelah berjalan setahun, barang mulai berputar. Orang sudah mulai mengenal dan mulai mendatangi kios Malindo Batik. Saat itu penjualan secara kredit dihentikan. Tentu, dalam perjalanan usaha itu penuh dengan drama termasuk bagaimana tidak ada uang untuk kulakan batik.

Termasuk perjuangan agar bisa membayar gaji karyawan. Pernah suatu kali, dia kekurangan uang Rp 300.000 untuk menggaji karyawan. Akhirnya dia meminjam uang kepada orang tuanya, namun apa yang terjadi.

Setelah diberi ceramah macam-macam dua jam, pinjaman tidak di ACC. “Sudah begitu dapat bonus lagi. Kata bapak, duitnya mau untuk membeli mobil Rp 185 juta. Mendengar itu, rasanya wow, banget,” imbuhnya.

Mentor Bisnis

Setelah sekian lama, dia menyadari bagaimana orangtuanya mendidik anak-anaknya sesuai dengan karakternya masing-masing. “Karena sejak awal saya berniat ingin berwirausaha, beliau menggembleng saya menjadi pengusaha,” ujar bapak dari Oriko Azhimah Wicaksono dan Elfatih Geni Wicaksono tersebut.

Setahun, akhirnya cicilan kepada orangtua bisa diselesaikan. Nah saat melunasi cicilan, ada kejutan dari orangtua. Uang Rp 33 juta hasil pembayaran itu oleh orangtua untuk dikembalikan lagi kepadanya. “Ternyata orang tua murni hanya ingin mendidik kami agar bermental kuat dengan cara mereka sendiri,” ujarnya.

Usaha terus berkembang. Setelah membaca pasar bahwa fashion akan booming, Awam mengembangkan sayap ke bisnis fashion khususnya busana muslim dengan membuka Malindo Collection.

Setelah itu, tahun 2011 dia melirik ke bidang kuliner. Saat itu, ada teman yang menawarkan unit usaha waralaba yang tidak berjalan di Jalan Pemuda. Setelah dilepas dengan harga murah, rumah makan yang diberi nama Malindo Pemuda kondisinya semakin baik.

“Karena lokasinya berada di jalan cepat, saat itu kami memainkan persepsi, branding termasuk menggunakan dus dan melayani pesan antar,” imbuhnya. “Akhirnya pesanan langsung meningkat, tapi kami kaget. Saat itu tenaga enam orang bekerja pagi sampai malam. Itu terjadi tiga sampai enam bulan pertama.

Setelah itu sistem diperbaiki suasananya menjadi terbaik.” Usaha terus berkembang. Setahun kemudian dibuka Malindo Cafe di Jalan Mayjen Sutoyo, disusul Malindo Corner tahun 2014 di Jalan S Parman Nomor 19 Kebumen dan tahun 2015 membuka cabang Malindo Kutoarjo.

Dari berbagai unit usaha yang dikelola Awam mampu menyerap sekitar 90 orang karyawan yang sebagian besar warga Kebumen. Khusus untuk Malindo Corner, menurut Awam adalah proyek idealis. Dia mengakui membuka cafe di Kebumen merupakan proyek yang menyalahi aturan.

Aturan bisnisnya adalah harus mengikuti pasar dulu, nah Malindo Corner membentuk pasar. “Tapi kami nggak kuat, akhirnya kompromi-kompromi,” ujarnya. Tiga bulan pertama pengunjung terus mengalami penurunan.

Dari awal-awal dari kunjungan 100 orang per hari, pengujung anjlok hingga sehari pernah ada satu pengunjung saja. Melihat kondisi itu, akhirnya ganti haluan mengikuti pasar. Jika awalnya hanya ada berbagai varian kopi, mulai ada kentang goreng, roti bakar, es teh, es jeruk dan sebagainya. “Pada awal-awal kita memberi subsidi hingga Rp 15 juta/bulan.

Tapi akhirnya, setelah bulan ke delapan unit usaha ini bisa memberikan pemasukan,” ujarnya. Bagi Awam, modal memang penting. Tetapi modal mentoring sangat berarti. Bagaimana pelayaan, cashflow, usaha, branding dan sebagainya. Jika ada pengusaha yang ngomong serba duit, berarti dia belum siap usaha.

Dia berpesan agar saat memulai usaha jangan berutang. Sebab prinsip dasar orang utang adalah untuk meningkatkan daya ungkitnya. Sedangkan untuk memulai usaha cenderung turun. Jika saat itu dikasih utang biasanya justru bisnis akan mati.