Tekuni Hobi Sedari Kecil Kini Serius Bisnis Bordir di Kudus

Kerajinan bordir Alima Embroidery Kudus –  Memiliki hobi membordir sejak usia anak-anak membawa Siti Khalimah (48) menjadi pengusaha bordir sukses hingga saat ini. Tak hanya membordir kerudung atau mukena, namun juga mengaplikasikannya ke berbagai media. Di antaranya baju kebaya, sepatu, tempat gelas, kotak tisu dan lainnya.

Siti mulai belajar bordir sejak tahun 80-an, sejak masih duduk di bangku Sekolah Dasar dengan bermain ke rumah tetangganya yang saat itu memiliki usaha bordir yang cukup besar. Usai pulang sekolah, Siti kecil datang ke rumah tetangganya untuk melihat cara membordir. Kemudian ia pun mempraktikkan sendiri dengan mesin jahit yang tidak dipakai. Sesekali ia juga diajari membordir halus oleh pemilik usaha.

Baca Juga Artikel Ini :

Belajar dan Bekerja di Annabila Bordir Grobogan

Prospek Cerah Sektor Usaha Unggulan Kerajinan Bordir

Melihat Siti yang rajin dan tekun dalam upayanya bisa membordir, pemilik usaha memberikan tugas untuk Siti membuat kerudung bordir yang sederhana. Tak disangka hasil karya anak usia Sekolah Dasar itu bagus dan layak jual. Dari situ Siti kerap menerima order membordir kerudung dan mendapat imbalan.

Kerajinan bordir khas Kudus”Masih kecil senang diberi uang dari hasil sendiri. Apalagi saat itu perekonomian orang tua juga sulit, sehingga jarang memberi uang jajan. Karena adik-adik saya juga banyak,” ungkapnya.

Kegiatan bordir tersebut ia tekuni hingga Sekolah Menengah Pertama (SMP), bahkan saat itu ia pun tak hanya lihai membordir kerudung tapi juga sudah mampu membordir mukena. Namun setelah itu, Siti mulai mandiri membuat kerudung bordir. Masuk SMK atau SMEA pada saat itu, Siti belajar pemasaran dan manajemen. Hal itu guna menunjang usahanya yang sudah mulai berjalan. Kemudian Siti pun melakukan titip jual ke beberapa toko busana di Kudus.

”Dari hasil jualan itu, saya bisa kuliah. Saya juga memiliki tekad meski anak petani, saya harus bisa menempuh pendidikan yang lebih tinggi,” ujarnya.

Sempat berhenti membordir ketika kuliah di IKIP Semarang. Namun ketika libur dan pulang ke Kudus, Siti kembali membordir dan menjualnya. Sekitar dua tahun bernaung pada sebuah merk atau brand yang terkenal dan besar lebih dahulu, kemudian Siti membuka usaha sendiri pada tahun 1995 yang ia beri nama ”Alima Embroidery” yang bertempat di kediamannya Karangmalang, Kudus, Jawa Tengah.

”Berawal menitipkan karya kerajinan bordir ke pengusaha yang telah memiliki nama, dari situ juga banyak konsumen yang tau produk buatan saya dan kemudian memesan langsung pada saya. Dari situ saya mulai percaya diri, bahwa produk saya juga bagus sejajar dengan bordir yang sudah ada lebih dulu. Saya pun kerap ikut pameran taraf nasional di Jakarta seperti Inacraft beberapa kali,” papar Siti yang kini juga sebagai Kepala SMK NU Hasyim Asy’ari, Sudimoro, Gebog, Kudus.

Usaha mukena bordirUntuk mukena bordir halus yang waktu pengerjaannya mencapai dua pekan, harganya dibandrol mulai Rp 400 ribu hingga jutaan. Namun jika mukena dengan bordir mesin atau computer harganya mulai Rp 75 ribu hingga Rp 150 ribu. Untuk sepatu bordir dalam sehari Siti mampu membuat dua pasang sepatu. Harganya Rp 150 ribu hingga Rp 175 ribu. Kerudung bordir buatan Siti, dihargai mulai Rp 15 ribu sampai Rp 50 ribu. Untuk kebaya bordir dibandrol Rp 300 ribu, namun untuk yang berbahan sutra mulai Rp 1 juta hingga Rp 1,5 juta. Ke semua produknya itu ia jual di sekitar Kudus, Semarang, dan Jakarta.

Diakui Siti, dirinya makin sulit memperoleh SDM yang berminat dalam usaha bordir. Namun dia tetap optimistis lima tahun ke depan bisa semakin berkembang dengan adanya ragam pelatihan dan potensi yang menjanjikan pada bisnis kerajinan bordir.

”Lima tahun ke depan semakin berkembang teknologi, semoga bisa membantu pengusaha bordir menghasilkan karya yang bagus dan halus dalam jumlah besar untuk memenuhi kebutuhan pasar,” harapnya.

Saat ini Alima Embroidery memiliki 5 orang karyawan terampil yang tersisa. Padahal sebelumnya memiliki puluhan tenaga kerja mahir hingga puluhan jumlahnya. Sehingga dahulu omzetnya mampu mencapai Rp 10 juta per bulan. Namun kini untuk mencapai angka tersebut butuh kerja keras lebih lagi.

Jilbab bordir Kudus”Yang lima orang tetap, yang lima orang lagi tenaga sambilan yang membuat produk yang tidak sulit. Yaitu kotak tisu, tatakan gelas, dan lainnya,” katanya.

Ia pun berharap, warga Kudus bisa memandang bordir Kudus punya kualitas. Tak hanya itu, tapi juga mau menekuni karena sebagai salah satu kerajinan khas Kudus agar tidak punah. ”Masyarakat Kudus masyarakat berwirausaha semoga makin banyak yang tertarik menekuni usaha bordir karena punya pangsa pasar bagus. Jangan putus asa untuk usaha bordir dan semoga pemerintah mendukung,” imbuhnya.

Menjadi pengusaha sukses seperti sekarang ini, mendorong Siti kerap mengikuti pelatihan-pelatihan yang diadakan dinas terkait. Dari situ pula, Siti memiliki jaringan yang luas yang berdampak pada meningkatnya kualitas produknya, banyaknya pesanan bordir dan kerap ikut pameran di berbagai kota.

”Semakin banyak dikenal, saya juga akhirnya mengisi pelatihan bordir di sejumlah balai pelatihan kerja di sekitar Kudus. Meski begitu saya juga masih melakukan studi banding tentang bordir ke sekitar Jepara, Pati, dan Rembang,” terangnya.

Berpengalaman dalam bidang menjahit dan bordir, tak lantas membuat Siti pelit informasi. Selain memimpin sekolah, Siti juga mengampu pelajaran tata busana. Dari sanalah Siti berharap bermunculannya para generasi yang tertarik menjadi pengusaha bordir yang melestarikan kekhasan Bordir Kudus. Siti mengaku, saat ini makin sulit mendapatkan tenaga bordir. Baik yang biasa maupun yang mahir mampu membordir halus.

Tim Liputan BisnisUKM

(/Ayu)

Kontributor BisnisUKM.com wilayah Kudus