Wayan Djani Gagas Usaha Kain Endek untuk Lestarikan Tradisi Leluhur

Ni Wayan Djani ingin kain endek bisa kembali eksis dan memasyarakat
Ni Wayan Djani ingin kain endek bisa kembali eksis dan memasyarakat.

Endek merupakan salah satu kain tradisional yang dahulu kala hanya digunakan oleh para bangsawan atau keturunan raja. Demi menjaga eksistensi endek, maka ada yang tertarik melestarikannya dengan memperkaya motif dan menjadikan lahan usaha agar kain tradisional ini lebih memasyarakat.

Salah satu sentra perajin kain endek adalah di wilayah Manduang, Klungkung-Bali. Di desa ini, sejumlah perajin kain tradisional masih tekun bergiat menekuni pembuatan kain endek. Setelah era kemerdekaan RI, perlahan-lahan perajin kain endek mulai bangkit dan mengembangkan diri.

“Endek menjadi jati diri kami di Manduang. Makanya kami bergiat agar usaha ini tetap dapat berjalan dan tentu lebih memasyarakat,” ujar Ni Wayan Djani, yang sudah puluhan tahun menggeluti usaha kain endek.

Usaha Kain Endek Turun-temurun Hingga Beberapa Generasi

Menurut wanita kelahiran Manduang ini, usaha pembuatan kain tradisional ini sudah berjalan turun-temurun dan telah berlangsung beberapa generasi. Kain endek ini biasa digunakan saat-saat khusus, seperti hari raya atau acara-acara spesial lainnya.

Motif yang umumnya menjadi penghias kain endek adalah daun-daunan, pegerinsingan, flora-fauna, dan pewayangan. Motif tradisional ini menjadi terlihat klasik dan memikat dengan paduan warna yang tepat. Warna yang digunakan perajin terdiri atas dua macam.

Baca Juga Artikel Ini :

Perajin Kipas Tradisional Bali, Bertahan Meski Harga Semurah Kacang

Industri Kerajinan Kayu di Bali Masih Diminati Buyer Mancanegara

Dikatakan Wayan Djani, perajin bisa menggunakan warna sintesis atau alami. Kalau menggunakan pewarna sintesis, tinggal memakai pewarna tekstil yang gampang didapatkan di pasaran. Sedangkan kalau ingin menggunakan warna alami, perajin bisa menggunakan daun nangka atau daun mangga.

Meski pewarna dari bahan alami, namun Wayan Djani menyebutkan jika mampu bertahan hingga lebih 20 tahun. Dengan syarat, kain itu diletakkan pada tempat yang sesuai. Artinya, tidak ditaruh pada tempat yang lembap agar tidak ditumbuhi jamur. Kalau ada jamur, maka berimbas pada tampilan warna akan pudar.

Akhir-akhir ini, nama kain endek kian naik ke permukaan setelah ada kebijakan untuk menggunakan baju berbahan endek setiap Jumat. Aturan ini berlaku untuk pegawai negeri sipil dan sejumlah karyawan di sejumlah instansi. Bahkan, anak-anak sekolah pun turut berseragam baju endek setiap Jumat. Inilah yang membuat kain endek populer dan menjadi sangat familiar di masyarakat.

“Harga kain endek juga disesuikan dengan kemampuan pembeli. Ada yang Rp 40 ribu meter. Namun ada juga yang mencapai Rp 600 ribu per meter. Disesuaikan dengan kualitas bagus dan tingkat kerumitan motif,” ujar Wayan Djani.

Aktif Ikuti Pameran Untuk Kembali Kenalkan Kain Endek

Usaha Kain Endek Khas Mandung, Klungkung, Bali
Usaha Kain Endek Khas Mandung, Klungkung, Bali makin bergema namanya di mancanegara.

Dia melanjutkan, agar perajin endek makin bersemangat memproduksi kain tradisional ini, maka pemasaran endek pun harus terus digencarkan. Melalui keaktifan mengikuti pameran, maka nama endek bisa bersanding popularitasnya dengan kain tradisional Indonesia yang lain.

“Kami pernah diundang untuk berpameran even Inacraft dan pameran besar lainnya di Jakarta. Sambutan pengunjung baik sekali, dan ada yang langsung memesan untuk dikirim ke daerah masing-masing,” katanya.

Tidak hanya di dalam negeri, beberapa tawaran untuk mengikuti pameran di luar negeri pun sempat dilayangkan, sehingga kain endek makin bergema namanya di mancanegara. Konsumen dari Jepang pun beberapa kali melakukan pemesanan karena terpesona melihat pesona tradisional kain endek.

“Kain ini bisa memberikan kontribusi atau pemasukan yang lumayan, jika digarap dengan manajemen yang benar. Tidak hanya memikirkan faktor produksi, namun lebih penting lagi harus konsentrasi untuk memasarkan. Zaman sekarang, sudah ada internet, sehingga gampang untuk mempromosikan produk secara online. Kain endek pun sudah waktunya digencarkan pemasarannya secara online,” ujarnya dengan nada yakin.

Meski demikian, wanita ini menyayangkan, belakangan tenaga kerja atau perajin kain endek dari kalangan generasi  muda hampir tidak ada lagi. Kain endek di Mandung saat ini diproduksi generasi usia lanjut usia, sebagai alternatif mendapatkan uang tambahan sekaligus pelestarian tradisi leluhur.

“Nanti akan dikembangkan wisata endek, dengan merangkul kalangan segala usia agar terlibat. Tujuannya untuk mendekatkan kembali ke masyarakat dan lebih mengenalkan kain endek pada wisatawan,” ucap Wayan Djani.

Tim Liputan BisnisUKM
(Vivi)
Kontributor BisnisUKM.com Wilayah Bali