Anak Dalang Ini Geluti Usaha Kerajinan Wayang Kulit Lintas Generasi

Komang Sudiarsa lestarikan usaha kerajinan wayang kulit
Komang Sudiarsa lestarikan usaha kerajinan wayang kulit di kawasan Sukawati-Gianyar-Bali

Wayang menjadi budaya adiluhung sejak zaman dahulu kala. Belakangan generasi muda yang menggemari makin menyusut jumlahnya, sehingga dikhawatirkan lama-lama wayang makin terpinggirkan. Beruntung, di kawasan Sukawati-Gianyar-Bali, masih ada perajin yang tetap berniat menjalankan usaha kerajinan wayang kulit, agar eksistensinya tetap terjaga.

Adalah Komang Sudiarsa, yang tinggal di Banjar Babakan-Sukawati, yang memilih membuka usaha kerajinan wayang kulit, untuk meneruskan keterampilan yang dimiliki keluarganya secara turun-temurun. Bahkan, sejak kelas III SD, Sudiarsa sudah berkecimpung membantu ayahnya membuat wayang, setelah pulang sekolah.

“Ayah saya I Wayan Nartha adalah seorang dalang dan terkenal sebagai pembuat wayang. Begitu juga dengan kakek saya. Mungkin darah seniman ini yang akhirnya terwariskan pada saya,” kata Sudiarsa.

Ketika masih SD, Sudiarsa mula-mula membuat wayang dengan desain mudah, seperti Tualen. Lama-lama, setelah keterampilannya meningkat, baru ayahnya memberi kepercayaan untuk membuat tokoh wayang semacam Arjuna, Hanoman atau Yudistira, yang lebih rumit proses pembuatannya.

Menggantungkan Hidup dari Bidang Kesenian

Anak-anak belajar membuat kerajinan wayang
Anak-anak belajar membuat kerajinan wayang

Merasa sudah seharusnya meneruskan jejak keluarga untuk menggantungkan hidup di bidang kesenian, setelah lulus SMA akhirnya Sudiarsa meneruskan tongkat estafet bisnis keluarga sebagai pembuat kerajinan wayang.

“Bisnis ini ada pasang-surutnya. Kadang ramai, tidak jarang juga sepi. Kalau lagi ramai, banyak pesanan datang dari turis mancanegara yang kebetulan lagi liburan dan ingin membeli wayang untuk dibawa ke negaranya. Terutama turis dari Amerika Serikat dan Jerman, banyak yang menggemari wayang. Nah, mereka ini sering mampir ke art shop wayang saya, karena usaha ini sudah dirintis sebelum tahun 1970-an, jadi lumayan dikenal orang,” katanya.

Selain wisatawan, dalang-dalang se-Bali juga banyak yang memesan wayang kepada keluarga Sudiarsa. Harga wayang ini rata-rata Rp 200 ribu – Rp 300 ribu per tokoh. Kalau tokoh pewayangan seperti Krisna, maka harganya Rp 300 ribu, karena memang proses pembuatannya memerlukan tingkat kesulitan tersendiri.

“Orang yang berprofesi sebagai dalang, sering memesan satu set atau sekotak. Isinya 100 wayang. Ini sudah lengkap semua tokoh. Namun kadang ada yang membeli setengah set,” ujarnya.

Bisnis Warisan Keluarga Ini Tak Pernah Surut

Kalau mendekati hari raya Tumpek Wayang, biasanya pemesanan wayang menjadi ramai. Padahal di sekitar Banjar Babakan sudah banyak orang-orang yang ikut menerjuni pekerjaan sebagai pembuat kerajinan wayang, namun usaha yang digeluti keluarga Sudiarsa ini tidak pernah surut.

“Jadi namanya usaha apa saja memang ada masa ramai dan sepi. Begitu juga dengan usaha kerajinan wayang. Di Banjar Babakan sendiri sudah banyak perajinan wayang sekarang ini, namun masing-masing sudah punya pelanggan sendiri-sendiri,” kata Sudiarsa.

Baca Juga Artikel Ini :

Usaha Kostum Wayang Orang Tetap Bersinar Melintasi Zaman

Cinta Kearifan Lokal dengan Membuat Wayang

Meski demikian, Sudiarsa mengakui kalau ada kendala usaha, yakni soal bahan baku. Berhubung bahan baku wayang menggunakan kulit sapi tua, maka kadang sulit didapatkan di wilayah Bali, sehingga harus mendatangkan dari luar daerah. Mengenai bahan baku ini memang harus memakai bahan kulit sapi, karena kalau menggunakan jenis kulit dari hewan lain, maka hasilnya tidak bagus.

Kendala lain, ketersediaan SDM dari generasi muda yang kian merosot. Dikarenakan anak-anak muda lebih suka bekerja di sektor pariwisata, sehingga pekerjaan menjadi perajin wayang menjadi kurang diminati dan dipandang mendatangkan penghasilan yang tidak pasti.

“Makanya saya kadang melatih anak-anak untuk membuat wayang, supaya ada regenerasi. Kalau ada waktu senggang, sengaja anak-anak saya ajak berlatih di art shop saya, supaya memiliki keterampilan dan mencintai pekerjaan sebagai pembuat wayang. Supaya ke depan nanti, pekerjaan sebagai pembuat wayang tetap eksis,” katanya.

Tim Liputan BisnisUKM

(/Vivi)

Kontributor BisnisUKM.com Wilayah Bali