
Setelah mengikuti jejak kedua orangtuanya menjadi pengrajin batik, suatu hari Sunarti mendapatkan kesempatan untuk mengikuti pelatihan pewarnaan batik di Madura. Sepulang dari Madura, Sunarti mencoba membuat dan belajar mewarnai batik sendiri dengan modal awal sekitar Rp 700.000,- untuk membeli kain, pewarna, dan malam. “Awalnya memang sulit mencari pelanggan, mula-mula pelanggannya berasal dari tetangga sendiri dan lama-lama menjadi banyak peminatnya. Dari pesanan para pelanggan itu hasilnya saya kumpulkan untuk meningkatkan kapasitas produksi,” cerita Sunarti kepada tim liputan BisnisUKM.
Pada tahun 2012 Sunarti kembali ikut berpartisipasi pada lomba desain batik tulis di Provinsi Jawa Timur, tepatnya Surabaya. “Alhamdulillah saya menjadi juara 10 terbesar nominator. Dari hasil lomba saya mendapatkan hadiah uang tunai sebesar Rp 1.000.000,- saya tambahkan untuk modal usaha,” jelasnya.
Dari perlombaan tersebut, Sunarti mulai mendapatkan peluang-peluang emas seperti salah satunya digandeng oleh KOP.INDAG untuk mengisi pameran UKM di Trenggalek. “Pada saat itu ada seorang turis dari Belanda yang melihat-lihat batik saya di stand pameran dan bertanya-tanya kepada saya. Beberapa hari setelah pameran, orang Belanda tersebut datang kerumah memesan 15 lembar kain batik. Setelah itu pelanggan menjadi semakin banyak walaupun belum begiu laris,” imbuh pengusaha batik tersebut.
Dibantu 20 orang pengrajin batik yang ada di sekitar tempat tinggalnya, sampai saat ini batik tulis yang dihasilkan Sunarti masih diolah secara tradisional menggunakan canting sehingga proses pengerjaannya memerlukan waktu yang cukup lama. “Hal ini menjadi kendala utama karena dengan munculnya produk-produk batik printing atau cap dengan harga yang murah, pamor batik tulis seperti tenggelam. Kebayakan orang tidak bisa membedakan mana batik tulis yang asli dan printing/ cap sehingga seringkali kalah dalam persaingan harga,” terang pengusaha sukses ini.
Bisnis batik tulis yang dulunya dimulai dengan modal kecil ini sekarang sudah mengalami kemajuan cukup pesat. Dengan adanya media online seperti Facebook, blog, dan promosi online lainnya sekarang ini batik tulis Tan Sekar Arum bisa dikenal masyarakat yang lebih luas. “Saat ini pemasaran yang dilakukan tidak hanya di wilayah Trenggalek saja tetapi sudah merambah sampai ke luar kota seperti Tulungagung, Surabaya, Jakarta, Medan, dan Lampung. Harapan kedepan saya ingin membuka cabang di beberapa kota tetapi belum bisa tercapai karena terhalang modal usaha,” ungkap Sunarti ketika ditanya mengenai harapannya.
Dengan kesabaran dan kuatnya tekad dalam merintis bisnis batik, saat ini Sunarti telah berhasil membiayai sekolah anaknya sampai mendapatkan gelar sarjana dan juga bisa mengurangi jumlah pengangguran yang ada di sekitar tempat tinggalnya.
Tim Liputan BisnisUKM