Kesabaran menjadi salah satu kunci jika kita ingin meraih kesuksesan dalam menjalankan sebuah bisnis. Dengan kesabaran itu pulalah, seorang M. Ulum (45) mampu bangkit dari kesulitan dalam mengembangkan bisnis miniatur kapal layar yang telah ditekuninya sejak tahun 1997. Peristiwa bom Bali yang mengguncang dunia kala itu sempat membuat para buyers miniatur kapal layar miliknya yang sebagian besar dari mancanegara menurun drastis. Ditambah lagi adanya kompetitor dari Vietnam dan Kamboja juga menjadikan para buyers mulai berpaling darinya ketika itu.
Usaha miniatur kapal layar tersebut benar-benar vakum ketika terjadi gempa yang melanda Yogyakarta tahun 2006. Selama beberapa bulan, Pak Ulum terpaksa berhenti berproduksi sebagai dampak kerusakan yang diakibatkan oleh gempa. Namun adanya kerusakan di wilayahnya ketika itu justru memunculkan inspirasi bisnis bagi suami dari Ibu Sri Widayatun (40) itu.
Berhasil Bangkit Dari Keterpurukan
Banyaknya kayu yang berserakan membuat insting entrepreneur Pak Ulum seolah ‘bangkit dari keterpurukannya’ saat itu. Dirinya berfikir jika sampah/ limbah kayu tersebut sejatinya bisa diolah menjadi sebuah produk yang memiliki nilai jual. “Saya coba step by step dengan melakukan serangkaian trial error menggunakan limbah kayu yang saya aplikasikan dalam beberapa property interior seperti meja, kursi, dan mirror,” jelasnya.
Limbah-limbah kayu yang memiliki ‘karakter liar’ karena terkadang tidak berpola justru menjadi nilai unik yang Pak Ulum kembangkan. Potongan-potongan kayu, ranting kayu, dan beragam bentuk limbah kayu lainnya diolah Pak Ulum sebagai ornament meja, kursi, dan mirror. “Teknik yang saya gunakan sederhana, yakni dengan menempel limbah kayu yang sudah saya bentuk sedemikian rupa ke produk seperti meja, kursi, dll,” lanjutnya.
Benar saja, didukung sistem pemasaran online yang dikembangkannya, lambat laun buyers mulai kembali berdatangan dengan beragam permintaan. “Bagi saya sistem pemasaran online yang paling efektif ketika itu, karena dengan online saya bisa menjangkau pasar mancanegara yang memang menjadi target pasar kami,” kata Pak Ulum.
Kunci Sukses Tembus Mancanegara
Untuk menjaga kualitas produknya, Pak Ulum kemudian melakukan filter terhadap bahan baku yang digunakan. Limbah serta ranting kayu jati kemudian menjadi pilihan utama Pak Ulum demi menjaga keawetan dan kualitas produk jadinya. “Kita tahu jika kayu jati menjadi yang terbaik diantaranya jenis kayu lainnya, alhasil dengan menggunakan kayu jati sebagai bahan baku utamanya, maka produk kami pun terjaga kualitasnya,” sambungnya lagi.
Beberapa bulan terakhir adanya krisis global yang melanda negara-negara di Eropa memberikan dampak yang kurang bagus dalam proses pemasaran kreasi produk itu. Namun Pak Ulum tidak kekurangan akal, di saat pasar mancanegara sedang terganggu, dirinya mulai menyasar pasar lokal dan nasional sebagai target marketnya. “Secara umum memang tidak begitu signifikan, tetapi itu bukan menjadi masalah bagi kami, justru kami menikmati proses ini,” lanjut Pak Ulum.
Dengan harga produk yang berkisar di angka Rp.100.000,00 s.d. 2 juta Rupiah, Pak Ulum mengaku dalam sebulan bisa memperoleh omzet rata-rata 50-70 juta Rupiah. Sebuah hasil yang luar biasa jika menilik bahan baku produk yang digunakan dalam produksi hanyalah limbah kayu yang bagi sebagian pihak umumnya digunakan sebagai kayu bakar. Salam Sukses!
Tim liputan bisnisUKM
Boleh dong bagi2 usaha
Waw sangat menginspirasi.. kalo boleh tau dpt limbah kayu jatinya dmn ya? Saya butuh limbahnya tp jgn terlalu mahal.. terima kasih
Untuk apa cari limbah nya.. Masih utuh saja banyak sama saya.. Cara kerjanya bagaimana.. Bahan baku saya sediakan.. Semua jenis kayu tersedia..
Klo bisa,, ayo kita kerja sama.. Terimakasih
mau tnya ini produksiny di daerah mana ya?tertarik ingin beli..
bisa minta tolong alamat lengkap tempat produksiny?