Bisnis Fashion D’ fashionethnic Hadirkan Nuansa Lokal di Internasional

Mengawali debut karirnya sejak tahun 2013, Heni Salwati mencoba merintis bisnis fashion dengan menggunakan bahan tenun ikat sintang. Wanita yang akrab disapa Alwa ini pun sengaja mengangkat kain tenun ikat sintang untuk menghadirkan nuansa lokal di kancah internasional dan sekaligus juga mengangkat kearifan lokal Kalimantan Barat.

“Produk ini saya beri nama D’fashionethnic. Saat ini produk D’fashionethnic berupa hijab, blazer, celana, outer, kaos dan kemeja. Sedangkan syal serta asesoris seperti anting dan kalung etnik sedang disiapkan desainnya,” ujar Alwa.

Kreasi fashion dari kain tenun ikat sintang

Saat ini, selain motif Tenun Ikat Sintang, D’fashionethnic juga menghadirkan motif Corak Insang, Batik Kalimantan dan Tidayu (Tionghoa, Dayak, Melayu) khas Singkawang. Bahan didapat dari vendor. “Khusus Tenun Ikat Sintang, Alwa mendapatkannya dari pengrajin di Sintang yang bekerjasama dengan BPC HIPMI Sintang,” jelasnya.

Sejauh ini, untuk produk dalam jumlah massal, Alwa bekerjasama dengan vendor di Jakarta, yang mana ia mengirim bahan dan desain ke Jakarta, dan mereka yang menjahitkannya sesuai keinginan. Sedang untuk produk costumize, Alwa menjahit sendiri dibantu empat  karyawannya.

Konsumen yang memesan produknya berasal dari beberapa dinas di daerah, dan beberapa konsumen pribadi serta beberapa restoran di Pontianak yang memesan produk D’fashionethnic untuk seragam karyawan. d’fashionethnic rutin mengeluarkan produk baru setiap tiga bulan sekali

“Rumah mode RK/Y n Friends sudah memesan untuk program Juli sampai dengan Agustus yang mana peserta terbaik akan berfoto di Bali menggunakan baju dari D’fashionethnic,” jelas Alwa.

D’fashionethnic

Sebelum menapaki kesuksesan seperti sekarang ini, Alwa sempat menghadapi kendala yang cukup sulit untuk mengangkat produk lokal ke pasar global. “Hingga hari ini mindset konsumen lebih senang membeli produk dari luar,” keluhnya.

Selain itu, ia juga mengaku cukup kesulitan mencari orang yang paham akan history fashion itu sendiri. “Karena D’fashionethnic tidak sekedar menjual baju tapi juga menjual history fashion itu sendiri,” terangnya. Salah desain dan kurang cocok dengan selera pelanggan sehingga dikomplain dan akhirnya diperbaiki tanpa biaya tambahan, pernah ia alami. Pernah juga ditipu konsumen yang  memesan dalam jumlah banyak tapi hingga kini tidak dibayar.

Dengan harga jual mulai Rp 40.000-Rp  700.000, dalam sebulan omzet yang diterima Alwa sekitar Rp 4 juta- Rp 21 Juta. Dalam tiga bulan, Alwa mampu memproduksi 300 pcs produk massal dan 100 pieces produk costumize.

Bisnis fashion tenun ikat sintang

“Konsumen berasal dari Bali, NTT, Bandung, Jakarta dan terjauh berasal dari Perancis yang sempat menjadi mode D’fashionethnic dan memborong hingga 30 buah,” kata Alwa. Beberapa waktu yang lalu pengusaha wanita ini juga menyempatkan diri untuk mengikuti pameran di Rumah Radank dalam rangka Bulan Bung Karno pada 1-3 juni 2016.

Selama ini D’fashionethnic  dipasarkan secara personal. Selain itu juga dipajang di galeri milik Alwa pribadi di rumahnya. “Insya Allah 2016 ini saya ingin go public,” harapnya. Ke depan, Alwa ingin menjadikan fashion etnik dapat dikenakan oleh putri Indonesia perwakilan Kalimantan Barat.

Tim Liputan BisnisUKM

(/Vivi)

Kontributor BisnisUKM.com wilayah Kalimantan Barat