Jatuh Bangun Nesa Membangun Usaha Kerajinan Kain Flanel

Ide usaha kerajinan kain flannel ini bermula dari keisengan Nesa (28) membuatkan hadiah berupa gantungan kunci dari flanel untuk muridnyaYogyakarta – Ide usaha kerajinan kain flannel ini bermula dari keisengan Nesa (28) membuatkan hadiah berupa gantungan kunci dari flanel untuk muridnya, ketika ia masih mengajar di salah satu bimbel di Yogyakarta sekitar tahun 2010. Tak disangka, ternyata mendapat respon positif dari orang tua murid. Langsung Nesa pun mendapat pesanan untuk souvenir ulang tahun. Pesanan itu pun Nesa upload ke sosial media (Sosmed).

Lewat sosmed itu juga Nesa menuai respon dan mulai menerima pesanan kreasi kerajinan custom berbahan flanel. Kurang lebih dalam kurun waktu satu tahun, Nesa menjadikan hobi craftnya sebagai usaha sampingan di sela jadwal mengajarnya. Namun, lambat laun ia mulai tidak betah di tempatnya bekerja.

Resign Sebagai Pengajar Setelah Doanya Terkabul

”Konsentrasi terpecah mau gak mau harus milih. Ngajar atau usaha. Di sisi lain tempat bekerja sudah tidak nyaman, dan orang tua juga kurang setuju kalau saya usaha kerajinan kain flannel ini. Ortu ingin saya menjadi tenaga pengajar atau guru,” kata lulusan Bahasa Prancis STBA LIA Yogyakarta ini.

Pemilik nama lengkap Wedhanesa Trindi Firstarenda ini pun juga memiliki keinginan untuk segera menikah di tahun 2012, ia terus berdoa memohon petunjuk untuk ditetapkan pilihan. Apakah bertahan sebagai pengajar atau menekuni usahanya. Akhirnya ia pun memiliki keinginan, jika produk kerajinannya laku dalam jumlah banyak Nesa bertekad resign dari pekerjaannya. Doanya terkabul, tahun 2011 Nesa mendapat 1.000 pcs pesanan souvenir pernikahan dengan harga per pcs nya Rp 5.000.

”Doa terkabul, saya mendapat telepon dari pembeli online pertama saya di Surabaya. Selain ingin menjadi reseller, ia juga memesan souvenir untuk pernikahannya. Dalam waktu 3 bulan saya seorang diri mengerjakan 1.000 pcs souvenir bross dari flanel. Saya pun bilang ke calon suami, untuk segera resign dan optimistis menjalankan usaha kerajinan kain flanel ini,” tuturnya.

Wanita asal Malang Jawa Timur yang fokus pada usaha kerajinan flanel ini kemudian mengatur strategi pemasaran. Salah satunya lewat media sosial Facebook. Selain menggunakan akun pribadinya untuk berpromosi, ia pun menggunakan akun facebook calon suaminya yang memiliki teman lebih banyak. Hingga akhirnya Nesa membuat akun Fanspage untuk menampung lebih banyak pertemanan yang berminat pada produknya.

Hompimpa kini menjual ragam aksesoris, headpiece, bouquet, wedding supllies, clutch, buku tamu, hiasan sepatu, dan lainnya”Dari hasil promo di facebook saja, saat itu kami mampu meraup keuntungan bersih mulai Rp 500 ribu hingga Rp 1 juta per bulan,” ujar anak Sulung ini.

Menikah di tahun 2012, sang suami yang juga resign dari tempat bekerjanya turut mengelola usaha kerajinan milik Nesa. Namun, belum lama menikmati hasil sebagai pengusaha kerajinan flanel, setelah tahun 2013 Nesa mulai merasakan persaingan usaha di dunia kerajinan tangan yang makin menjamur.

“Makin banyak yang bikin juga jual. Banyak crafter juga yang tidak memperhitungkan tenaga atau ide, dan menjual murah. Itu yang membuat harga craft hancur. Nasib crafter indi atau yang membuat kerajinan dalam produk terbatas atau eksklusif juga jadi jatuh, karena produknya jadi tidak laku,” paparnya.

Nesa mengaku, hingga saat ini pun grafiknya terus turun untuk penjualan craft. Ia pun mencari cara bagaimana usaha crafter bisa kembali naik. Yaitu dengan cara memproduksi dalam partai besar, dijual grosiran untuk kemudian dijual kembali.

Namun, Nesa menemui kendala. Mulai dari kekurangan tenaga kerja, yang akhirnya harus ia lakukan sistem borongan. Tetapi produk yang dihasilkan kualitasnya menurun, meski permintaan pasar cukup besar.

“Tapi kalau nurutin pasar grosir nggak akan maju. Sedang produk yang dihasilkan murni handmade dan hasil karya original. Perputaran memang cepat, tapi tidak bisa branding. Profit grosir dalam usaha kerajinan kecil, meski banyak barang yang dijual. Nah merasakan hal itu, kayaknya kurang sesuai. Ya mikir lagi gimana cari pasar yang pas,” ungkap wanita yang juga hobi makan bakso ini.

Sasar Pasar Premium Dengan Membuka Gerai di Mall

Hompimpa kini hanya menjual produk dari 10 crafter yang memiliki karya berbeda-beda, dalam jangka sebulan Hompimpa mampu meraup omzet sekitar Rp 10 jutaIstri dari Adhitiar Pradamba ini kemudian tertarik untuk memasarkan produk kerajinannya di pusat perbelanjaan (mall). Karena mall memiliki pangsa pasar menengah ke atas dan memiliki selera berkelas. Namun, untuk ikut even di mall membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Nesa berinisiatif mengajak rekan crafternya yang lain untuk ikut even di sebuah mall besar di Yogyakarta pada Desember 2014. Yaitu dengan patungan menyewa satu stand yang saat itu berharga Rp 1 jutaan per harinya.

”Evennya 1 pekan, jadi gimana buat bayar sewanya? Saya ajak 20 teman crafter untuk pameran bareng dan iuran bayar sewa. Dan kami bagi penempatan untuk produk-produk dari 20 crafter. Perdana ikut even di mall, hasilnya miris,” akunya sambil tertawa.

Usaha kerajinan kain flanel yang ia beri nama Hompimpa itu, hingga pameran usai ia tidak untung serta balik modal. Tak hanya itu, ia pun banyak dikomplain rekannya karena penjualannya tidak maksimal. Namun Nesa mendapat banyak pelajaran dan pengalaman berharga.

”Pahit banget diomongin temen sendiri, seolah mereka tidak percaya. Tapi saya ga down. Justru saya makin bersemangat untuk ikut even serupa. Saya ingin memperbaiki semuanya,” jelasnya.

Baca Juga Artikel Ini :

Usaha Sandal Flanel Unyu Raih Untung Puluhan Juta

Usaha Kreatif Bantal Custom, Nizu Salurkan Hobi Jadi Sumber Rejeki

Nesa pun kembali ikut even di mall yang sama pada Februari 2015. Even keduanya sukses dengan mengajak 10 rekan crafternya yang bersedia bekerjasama. Rupanya nama Hompimpa mulai membawa hoki untuk usahanya. Hompimpa yang merupakan singkatan House Mother Preneur Inovatif Magnetif Passionable Awsome ini dicetuskan Nesa agar mudah diingat dan usaha ini merupakan gabungan karya dari para ibu-ibu muda yang mencintai dunia crafter. Dari kesuksesan even kedua, akhirnya Hompimpa mendapat tawaran tempat di mall besar tersebut. Nesa pun menerima tawaran tersebut, meski dengan harga sewa tempat yang cukup tinggi.

”Masuk mall untuk branding, karena kalau di mall prestise nya beda. Meski terkadang omzet tidak menutup untuk sewa pertahunnya Rp 60 juta belum listrik, PPN, dan lainnya. Tapi kami bisa mengejar pendapatan dari penjualan online. Gerai di mall ini juga kami jadikan sebagai tempat penjualan offline, memudahkan orang ketika ingin melihat produk secara langsung. Jadi kalau ada yang tanya tokonya dimana tinggal kami arahkan ke sini,” terangnya.

Gerai yang kini menetap di Jogja City Mall ini digawangi 4 crafter untuk mengelolanya, yaitu Nesa dari Yogyakarta sekaligus menjadi founder Hompima,dua orang berada di Jakarta dan satu crafter dari Tulung Agung. Hompimpa kini hanya menjual produk dari 10 crafter yang memiliki karya berbeda-beda.

Mulai dari ragam aksesoris, headpiece, bouquet, wedding supllies, clutch, buku tamu, hiasan sepatu, dan lainnya. Mereka memproduksi secara limited edition dan dengan bahan baku yang berkualitas. Sehingga harga yang dibandrol pun cukup eksklusif, yaitu berkisar puluhan ribu hingga jutaan rupiah. Dalam jangka sebulan Hompimpa mampu meraup omzet sekitar Rp 10 juta.

”Kami berharap, Hompimpa semakin dikenal. Karena dari sini crafter banyak terbantu, dan tidak menutup kemungkinan bisa go internasional. Saat ini kami masih terbilang membangun pondasi. Karena kami punya visi yang besar, crafter punya galery khusus. Nggak harus ngedepanin profit, fokus pada kesenangan, sampai dunia mengakui karya kami,” katanya.

Nesa menambahkan, jika bekerja di bidang seni jangan mengharapkan keuntungan. Karena sudah pasti kalah dalam kualitas produk. Terus berfokus pada karya saja, selebihnya biar pasar yang menentukan. Enam tahun membangun usaha, kini Nesa menikmati hasilnya. Selain sudah memiliki gerai craft, penghasilannya juga bisa membantu membiayai adiknya kuliah.

Tim Liputan BisnisUKM

(/Titis Ayu W)

Kontributor BisnisUKM.com wilayah Yogyakarta.