Jelang HUT DKI, Perajin Batik Betawi Genjot Produksi

 

Bisnis batik betawi

Hari Ulang Tahun (HUT) DKI ke-489 akan diperingati pada 22 Juli mendatang. Momentum tahunan ini dimanfaatkan perajin Batik Betawi dengan menggenjot produksi, karena biasanya saat HUT DKI permintaan akan meningkat.

Proses produksi batik betawiUmumnya pesanan cukup banyak pada motif ondel-ondel yang memang menjadi maskot kebanggaan orang Betawi. Selain itu, motif-motif seperti Tugu Monas dan Bunga Flamboyan juga cukup banyak peminatnya.

“Saat HUT DKI biasanya cukup banyak pesanan. Selain dari beberapa instansi untuk pameran, pesanan juga datang dari para pedagang di Setu Babakan,” ujar Ghufron, perajin Batik Betawi kepada BisnisUKM.com di Perkampungan Budaya Betawi (PBB) Setu Babakan, Jagakarsa, Jakarta Selatan, Rabu (1/6).

Baca Juga Artikel Ini :

Tetap Semangat Produksi Batik Betawi, Meski Penjualan Sulit

Lewat Batik Tercipta Sejumlah Karya Artistik

Bahan pewarnaan batik betawiMenurutnya, pembeli Batik Betawi cukup banyak. Biasanya mereka datang tidak hanya dari Jakarta, tapi ada juga yang dari Depok. Sebab, meski berada di Provinsi Jawa Barat, orang Depok cukup banyak yang bersuku Betawi.

“Ini menggunakan pewarna alami, salah satunya pakai Kayu Secang. Sekali produksi bisa 20 lembar kain, dan biasanya akan meningkat saat HUT DKI. Banyak toko di sini juga pesan untuk dijual lagi,” jelasnya.

Pembuatan motif batik betawiIra, salah seorang pekerja di bagian gallery mengatakan, harga Batik Betawi cukup terjangkau kantong. Untuk batik cetak ukuran 2 meter dengan satu warna biasa dihargai Rp 120 ribu, 2 warna Rp 200 ribu, dan 3 warna Rp 350 ribu.

“Biasanya kita jual di pameran. Di sini juga kalau lagi ada acara khusus, banyak yang mampir dan beli,” katanya.

Transfer Ilmu kepada Penduduk Lokal

Pengusaha batik betawiMeski namanya Batik Betawi, namun ternyata para perajin bukanlah orang Betawi asli. Keseriusan Pemprov DKI yang ingin membumikan Batik Betawi di Ibu Kota, membuat para perajin dari Jawa akhirnya dilibatkan secara langsung. Cara ini terbukti efektif, beberapa warga lokal yang semula tidak mengenal proses produksi batik, kini sudah bisa membuat batik sendiri.

“Hasilnya kita jual di mall, salah satunya di Thamrin City,” kata Rokayah, pekerja di gallery yang merupakan warga asli Cirebon.

Untuk anak sekolah, pihaknya juga kerap memberikan pelatihan. Biasanya untuk pelatihan membuat taplak kecil atau semacam sapu tangan peserta wajib membayar Rp 35 ribu. Sedangkan untuk pelatihan membuat syal batik peserta hanya membayar Rp 50 ribu.

“Kalau pegawai rata-rata dari Jawa. Banyak penduduk asli yang belum bisa, karena tempat ini juga baru jalan 2-3 tahun belakangan ini,” tandasnya.

Tim Liputan BisnisUKM

(/ Dunih)

Kontributor BisnisUKM.com wilayah Depok