Jual Mainan Tradisional Meski Semakin Tergerus Zaman

Kudus – Perkembangan zaman modern diiringi pula perangkat teknologi yang juga makin diminati anak-anak. Tentunya hal itu semakin menggerus keberadaan mainan tradisional. Membuat anak-anak kini beralih lebih memilih games di gadget atau ponsel android dan meninggalkan mainan tradisional.

Meski begitu, hal ini tak menyurutkan usaha mainan berbahan dasar tanah liat atau keramik yang ditekuni Mastur selama 25 tahun ini. Usaha yang dilakoni secara turun temurun itu, menjual beraneka ragam mainan alat dapur, kendi, berbagai bentuk celengan. Mulai yang berukuran kecil hingga besar yang menyerupai bentuk sesungguhnya.

“Usaha dari mbah, turun ke orang tua, dan ke saya. Dari dulu memang membuat mainan gerabah peralatan masak dan aneka ragam celengan,” kata pria asal Dukuh Gendowangan, Mayong Lor, Jepara, Jawa Tengah ini.

Celengan gerabah

Ia mengungkapkan, memang daerah tempat tinggal sangat berlimpah bahan baku tanah liat. Sebagian besar warga di sana juga sebagai perajin tanah liat. Ada yang membuat genteng, celengan berbagai jenis dan ukuran, guci, dan mainan pasaran seperti halnya Mastur.

Mastur yang tengah membuka lapaknya di Jalan Kyai Telingsing, Kecamatan Kota, Kudus ini mengaku berpindah-pindah dalam menjalankan usahanya. Hal itu terkait adanya acara budaya di daerah tertentu. Misalnya, saat ini ia sengaja datang ke Kudus untuk berdagang bersama pedagang yang lain dalam rangka tradisi Kudus yang menggelar “Dandangan”.
“Selain Dandangan, nanti saat puasa kami berpindah jualan di pasar tumpah di Mayong. Kemudian lebaran ke 7 ke Jekulo, Kudus, bahkan sampai ke  Solo dan beberapa daerah di Jawa Timur. Ya acara budaya juga,” tuturnya.

Bapak 4 orang anak ini menuturkan, jika akan mengikuti gelaran event di daerah itu ia pun menyiapkan barang dagangan jauh-jauh hari. Yaitu dengan memproduksi aneka jenis mainan. Selain dibantu sang istri dan satu orang anaknya, Mastur juga memiliki tenaga lepas yang merupakan ibu rumah tangga di sekitar rumahnya.
“Dalam satu hari bisa menghasilkan 300 buah. Tapi itu belum proses vinishing, yang mencakup pewarnaan dasar, pewarnaan kedua, vernis, dan lukis,” ujarnya.

Usaha mainan tradisional dan celengan di pinggir jalan

Ia menjelaskan, jika produksinya dirasa masih kurang untuk dijual ia pun membeli milik tetangganya yang lain yang memproduksi barang serupa.

“Karena proses pembuatannya membutuhkan sekitar 2 pekan sampai satu bulan. Belum lagi jika musim hujan, maka akan semakin lama,” terangnya.

Untuk harga celengan besar bentuk hewan seperti macan, harimau, sapi dibandrol harga mulai Rp 100 ribu hingga Rp 125ribu. Aneka celengan ukuran kecil dan sedang mulai harga Rp 15ribu – Rp 25ribu. Untuk mainan mulai harga Rp 1.500 – Rp 3.000 per pcs nya.

“Kami juga tidak bisa menjual dengan harga yang tinggi, karena semakin ke sini produk kami semakin sedikit peminatnya,” jelasnya.

Mastur mengaku, dalam sehari ia mampu menghasilkan penghasilan sekitar Rp 100ribu hingga Rp 300ribu. Namun jika ramai, ia bisa meraup untung hingga Rp 500ribu per hari.

Mainan tradisional dari gerabah

Jika tidak ada event dan musim kemarau, Mastur menggunakan waktunya untuk memproduksi genteng. Atau jika modal tidak banyak, ia pun membuat aneka mainan keramik yang ongkos produksinya tidak terlalu besar.
“Kalau genteng saya kerja sama sama pengusaha besar yang bisa meminjamkan modal untuk produksinya. Nah nantinya saya setor genteng, dan lebihnya saya jual sendiri. Itulah keuntungan yang saya dapat,” paparnya.

Mastur berharap, ke depan ia mampu memproduksi genteng sendiri tanpa harus meminjam modal. Namun, modal utama dalam menjalankan usahanya itu ia mengaku hanya berdoa dan meluruskan niat mencari nafkah. Meski banyak yang menjalani usaha serupa, namun para pedagang lainnya pun bisa kompak dalam menentukan harga jual.

Tim Liputan BisnisUKM

(/Ayu)

Kontributor BisnisUKM com wilayah Kudus