Kelompok Wanita Tani Buka Peluang Usaha Lewat Cokelat Lidah Buaya!

Cokelat lidah buaya jadi inovasi produk yang ternyata tidak kalah menarik. Jenis makanan ini memang masih awam bagi banyak orang. Siapa sangka tanaman yang biasa tumbuh di sekitaran rumah, ternyata bisa menjadi olahan yang menghasilkan secara ekonomi. Ketepatan menangkap peluang bisnis cokelat lidah buaya tentu patut ditiru oleh mereka yang ingin memulai usaha. Selain itu lidah buaya ternyata juga punya segudang manfaat.  Produk ini bisa membantu melancarkan pencernaan hingga baik untuk kulit,

Oleh karena itu, cerita inspiratif kali ini datang dari kelompok wanita tani Lestari yang terletak di Tegalsari, Pakembinangun, Sleman. Sejak Agustus 2019, kelompok ibu-ibu ini berani berdaya  sendiri lewat tanaman yang belum banyak digarap: lidah buaya! Bersama Sri Hartanti, ketua Kelompok Wanita Tani (KWT) Lestari dan Atik Tri Handayani, dapur bisnis cokelat lidah buaya akan buka-bukaan!

Awal Mula Produksi Cokelat Lidah Buaya

Awal mula produksi cokelat lidah buaya tidak lepas dari kebetulan. Saat itu, kelompok Tani Organik Merapi (TOM) ternyata kekurangan pasokan pelepah lidah buaya untuk kebutuhan supermarket. Dari situ pemberdayaan ibu-ibu Tegalsari dimulai. “Apabila biasanya kita cuma menggosip kita sudah mendapatkan pemasukan dari itu. ini latar belakang dibentuknya KWT Lestari,” terang Sri Hartanti sembari tertawa.

Sebagai bentuk keseriusan KWT Lestari, mereka sempat mengadakan studi banding terlebih dahulu kepada petani lidah buaya yang dianggap sudah terlebih dahulu ahli. Pilihan jatuh kepada Mas Alan, petani lidah buaya asal Wonosari yang dijadikan referensi. “Kita dapat referensi Mas Alan ketika diadakan bazzar di Sleman,” terang keduanya. Di Wonosari inilah mereka belajar bagaimana cara menanam lidah buaya dan budidaya hingga cara pengolahan menjadi bahan yang bisa dimakan.

Namun proses belajar sebelum memproduksi cokelat lidah buaya tidak berhenti hanya di situ. KWT Lestari bahkan sempat memanggil guru khusus, bernama Pak Maryanto, untuk membantu prose sbelajar ibu-ibu. Dari Pak Maryanto ibu-ibu KWT belajar pembibitan lidah buaya, perawatan hingga peluang bisnis serta pengolahannya. Imbuh mereka berdua, “sekarang kita yakin lidah buaya bisa mengangkat perekonomian khususnya ibu-ibu yang ada di dusun tegalsari”.

Trial dan Eror Jadi Kunci Belajar

Tentu perjalanan usaha ini tidak mulus sampai bisa memiliki banyak produk. Sebelum akhirnya mendapatkan formula yang tepat, kelompok wanita tani satu ini juga melalui trial dan eror. “Kita waktu  penanaman pertama kali dalam kondisi panas. September mulai hujan terus akhirnya banyak yang rusak. Bibitnya mati karena kebanyak air, jadi terlalu banyak air gak bisa, terlalu panas juga gak bisa”, tutur Hartanti.

Trial dan eror juga dilakukan ketika menjajal resep cokelat lidah buaya. Bisa dikatakan kelompok Lestari mencoba segala produk olahan lidah buaya yang mungkin jadi makanan. Usaha ini memerlukan ketekunan, semangat, dan kreativitas. Jadi proses hingga sekarang tidaklah instan.

Perawatan Lidah Buaya Perlu Hati-Hati

Pilihan tanaman lidah buaya ternyata tepat. Tanaman ini tidak membutuhkan perawatan setiap hari, jadi bisa dibilang penanamannya relatif mudah. Namun bukan berarti lidah buaya tidak perlu perawatan lho ya. Tips  dari KWT Lestari: “Pemupukan dilakukan sekitar enam bulan sekali karena lidah buaya makan pupuk banyak.”

Ternyata lidah buaya cukup sensitif dengan cuaca, oleh karena itu perlu kehati-hatian dalam melakukan perawatan. Untuk lidah buaya yang masih kecil, cerita Atik, tidak perlu dikenai sinar matahari terus-menerus. Sedangkan lidah buaya yang besar memang perlu asupan matahari yang cukup. Lidah buaya yang bagus dicirikan dengan pelepah yang besar dan keras, alih-alih lembek.

Lebih lanjut Hartanti dan Atik menerangkan, “untuk cara penanaman, awalnya untuk lidah buaya kecil antara tanah dan pupuk satu banding satu. Kita menggunakan pupuk organik berupa kotoran kambing. Setelah mulai besar per-enam bulan kami tambahkan pupuk lagi di atasnya dan sinar matahari yang sangat cukup, karena kalau sinar matahari yang kurang pertumbuhannya juga tidak maksimal. Kalau pupuk-matahari-air maksimal dia akan  tumbuh. Jadi kita tanpa pupuk kimia, full organik. Dengan pupuk organik apabila kita potong, pelepahnya tidak akan cepat busuk, jadi malah bertahan lama.”

Inovasi Cokelat Lidah Buaya Jadi Andalan

“Inovasi cokelat itu pertama kali karena kami pengen lidah buaya ini awet tidak cepet rusak itu dibuat dengan paduan cokelat. karena anak-anak dan remaja juga suka, jadinya mencoba. Kalau cokelatkan di KWT belum ada yang bikin, lalu dicoba trial dan eror juga untuk tahu yang pas seperti apa. antara manisan lidah buaya dipadukan dengan cokelat. akhrinya jadi ‘klat lidah buaya. Antara manisan lidah buaya dipadukan dengan cokelat. akhrinya jadi ‘klat lidah buaya.” cerita kedua perempuan ini.

Untuk olahan pertama, perlu dibuat manisan lidah buaya terlebih dahulu. Olahan ini dijemur atau bisa juga dioven hingga kering. Setelah airnya hilang, lidah buaya dipotong kecil dan tipis. Baru setelah itu siapkan tuangkan lelehan cokelat dalam cetakan. Sedikit saja karena nanti proses tersebut akan diulangi beberapa kali.

Setelah lelehan cokelat dicetakan siap, taburi potongan lidah buaya. Kemudian tuangkan cokelat kembali, lalu taburi manisan lidah buaya. Ulangi hingga cokelat dirasa cukup ketebalannya. Atik berseloroh, “Jadi setiap gigitan ada kerasa ‘kres’ lidah buaya keringnya. Perbandingannya bisa satu banding satu. Maka jadilah produk cokelat lidah buaya ini.”

Keunggulan dari produk cokelat lidah buaya adalah taregt konsumennya. Cokelat jadi makanan yang bisa dinimkati oleh banyak kalangan, mulai dari kecil, remaja, hingga orang dewasa. Beruntung, produk cokelat lidah buaya yang diberi nama “klat” ini telah mengantongi izin PIRT.

Melalui izin PIRT, penjualan cokelat lidah buaya tidak hanya berada si seputaran Jogja, tetapi juga bisa merambah hingga ke luar Jogaj. Harapannya, produk ini dapat dikonsumsi oleh banyak orang.

Produk Unggulan Lidah Buaya KWT Lestari

Tidak hanya berhenti di produk cokelat lidah buaya, KWT Lestari juga menjajal produk pangan olahan lain. Misal dawet, nata de aloe, onde-onde, pie, hingga keripik. Beberapa di antaranya sedang dalam proses pengajuan izin. Misal untuk nata de aloe sedang dalam pengajuan BPOM, sedangkan keripik perlu pengajuan PIRT.

Menurut Hartanti dan Atik, “Karena rencana jangka panjang adalah kami bisa menjual di tempat pariwisata sebagai oleh-oleh. nanti untuk nata de aloe kan kita BPOM, kalau cokelat PIRT. jadinya masih untuk sementara ini selama masa pandemik, karena produk yang awet baru cokelat ya jadinya cokelat dulu.” Saat ini, KWT Lesatari sedang terus berinovasi dengan pangan baru dan mengembangkan produk yang sudah ada.

Apakah cerita KWT Lestari di atas memotivasimu untuk menggarap peluang usaha cokelat lidah buaya? Atau justru kamu punya ide peluang usaha unik lain? Kalau tertarik untuk menengok produk ‘klat’ cokelat lidah buaya, kamu bisa mampir ke instagram aloeha_jogja. Atau bisa main-main langsung ke Tegalsari, Pakembinangun, Sleman.

Ikuti terus informasi menarik seputar peluang usaha lainnya hanya di BisnisUKM.com

Tinggalkan komentar