Memilih Usaha Alat Panah Demi Kecintaannya Pada Olahraga Panahan

Pengusaha bernama lengkap eddy roostopo ini tengah serius menggergaji balok bambu sebagai bahan dasar membuat busur panahKecintaan seorang atlet pada cabang olahraga yang ia geluti, seringnya sulit lekang oleh zaman. Bahkan tak jarang hingga usia senja, sang atlet tetap menggeluti cabang olahraga itu. Di Kompleks Sriwedari, Solo, Jawa Tengah, seorang mantan atlet panahan, Eddy Roostopo, seolah membuktikannya dengan merintis usaha alat panah, setelah pensiun sebagai atlet panahan.

Eddy Roostopo memang bukan lagi atlet panahan seperti dulu. Dia juga enggan menjadi pelatih para atlet panahan nasional. Namun, pria yang akrab dipanggil Popop tersebut, tetap mencintai panahan dengan caranya sendiri. Ya, ia merintis usaha alat panah, sebagai bukti cintanya pada olahraga yang melambungkan namanya itu.

Popop masih sering memanah di halaman rumah sederhananya. Sama seperti kala bisnisUKM.com datang menemuinya, Rabu (5/10/2016). Lesatan anak panah dari busur yang dipegangnya, teramat bagus untuk ukuran pria 61 tahun. Lesatan itu seolah membisikkan sedikit cerita tentang usaha alat panahnya: tepat, akurat, dan poin tinggi.

Peraih emas PON cabor panahan itu juga mempekerjakan sejumlah kerabatnya dalam produksi alat panah. Rata-rata para kerabat juga lihai dalam panahanMeski usianya terbilang senja, Popop dan sejumlah kerabat tetap bersemangat mengerjakan pesanan busur dan anak panah. Mantan atlet PON cabor panahan tersebut setiap hari mampu mengerjakan 20 pesanan busur panah, baik tradisional maupun nasional. Pesanan yang datang itu pun berasal dari seluruh penjuru negeri, mulai Aceh hingga Papua.

Seperti kala memanah, mata Popop memicing, mencoba membuat potongan balok bambu besar serapi mungkin. Dan sambil sesekali berhenti karena suara bising gergaji, ia bercerita tentang ramainya pesanan di tempatnya. “Syukur, saat ini pesanan tengah ramai. Kadang agak pekewuh (sungkan.red) dengan teman-teman yang mau pesan, soalnya pesanan mereka baru bisa kita selesaikan bulan November nanti,” ungkap penyandang emas PON tersebut.

Puluhan tahun bersama cabor panahan, membuat Popop lihai mengerjakan setiap pesanan busur dan anak panah. Karena hasil memuaskan, tak jarang pembeli bersedia membayar jutaan rupiah hingga puluhan juta untuk satu busur panah. Bila ditaksir secara matematis, omzet usaha alat panah ini bisa mencapai ratusan juta per bulan.

Air mata seorang atlet

Seluruh momen Popop sebelum terjun menjadi pengusaha alat panahan terpampang di kotak persegi panjang, termasuk momen kala ia memecahkan rekor PON ke-11 di JakartaKeahlian memanah bukan hal yang mencengangkan bagi Popop. Ia lahir dari keluarga atlet panahan dan sebagai atlet, Popop pernah mencicipi berbagai kejurnas panahan, dan dua kali Pekan Olahraga Nasional (PON). Popop pernah meraih satu perak dan satu perunggu saat mewakili Jateng, pada PON ke-10 di Jakarta tahun 1981. Waktu itu, cerita tentang kecintaan Popop kepada panahan dimulai.

Meski mendapat perak dan perunggu, ayah Popop yang juga mantan atlet pon panahan Jateng, merasa belum puas. “Bapak orangnya keras dan disiplin. Bagi dia satu ember perak dan perunggu belum ada apa-apanya dengan satu medali emas,” kenang Popop.

Empat tahun berselang, Popop yang spesialis panahan tradisional 50 meter, kembali didapuk mewakili Jateng untuk cabor panahan. Popop mempersiapkan diri dengan lebih matang kali ini. Bahkan dia berlatih sangat keras, memanah dari jam delapan pagi hingga enam sore selama tiga bulan penuh.

Sejumlah medali dari kejurnas panahan dan PON, terpampang di lemari kaca yang ada di rumah Popop. Ada di antaranya medali emas PONLatihan keras Popop pun membuahkan hasil. Dia berhasil menyabet emas dan memecahkan rekor untuk panahan 50 meter tradisional. Namun, di saat yang seharusnya bahagia itu, ada hal yang membuatnya terpaksa meneteskan air mata. “Waktu itu saya menangis, tak tahu akan saya pamerkan kepada siapa emas itu. Ayah sudah meninggal setahun sebelumnya,” ungkapnya sambil berkaca-kaca.

Berkat kejadian itu, Popop pun lebih bersemangat menjajal usaha pembuatan busur dan alat panah. Dan usaha itu semakin moncer hingga hari ini.

Harapan untuk sang cucu

Dalam usia senja popop menghabiskan waktu dengan merintis usaha alat panah dan melatih anak-anak teknik memanahSore menjelang, Popop pun menghentikan semua produksi alat panahnya. Di depan rumahnya, menunggu cucu dan teman-teman sebayanya. Mereka mengalungkan busur panah di pundak masing-masing sambil memanggil kakek tercinta.

Beberapa menit kemudian mereka sudah sampai di tempat latihan memanah, tak jauh dari rumah Popop. Selain membuat busur dan anak panah, Popop juga mengajari anak-anak teknik memanah. Begitulah kesibukannya saban hari.

Baginya tanpa pembibitan atlet dan menularkan kecintaan pada panahan, tak akan ada yang membeli alat panah buatannya. Masuk akal. Tapi sebenarnya lebih dari itu, Popop mengajari anak-anak juga karena kecintaannya pada olahraga panahan.

Sebelum kembali, Popop pun berpesan satu hal bahwa bukan suatu dosa bila para atlet cilik itu bercita-cita menjadi pengusaha alat panah seperti Popop. “Mereka (atlet muda.red) harus berprestasi lebih dahulu, karena prestasi itu yang membuat orang percaya kalau mereka bisa membuat alat panahan,” tutupnya.

Tim Liputan BisnisUKM

(/Rizki B. P)

Kontributor BisnisUKM.com wilayah Solo Raya

2 Komentar

Komentar ditutup.