Keindahan dan keunikan b onsai telah lama diakui oleh para pencinta tanaman. Pohon kecil yang sengaja dibuat mini ini sangat memikat siapa saja untuk memilikinya. Bahkan, para kolektor rela merogoh kocek seharga mobil asalkan bisa membawa pulang si pohon kerdil tersebut.
Meski terbilang mini, bonsai bukanlah tanaman yang baru tumbuh. Beberapa bonsai koleksi Subur (50) dan kakaknya, Maruli yang membuka usaha budidaya bonsai di Jl Merdeka, Depok, diklaim telah berumur hingga puluhan tahun.
“Kita jual dari yang umur 30 hingga 60 tahun. Abang saya juga punya yang umurnya sampai 80 tahun. Umurnya sudah diteliti oleh Sucofindo dan telah memiliki sertifikat,” ujar Subur yang membuka usaha bonsai sejak tahun 1983 itu kepada BisnisUKM.com, Selasa (31/5).
Untuk menghasilkan bonsai yang bagus, bukanlah perkara mudah. Dulu sewaktu muda, Subur kerap berburu bahan (bonggol/kayu) bonsai hingga ke pinggir hutan dan laut. Sebab, di pinggir hutan dan laut, angin biasanya kencang sehingga secara alami mampu membuat pohon yang tadinya lurus menjadi bengkok dengan sendirinya.
“Dulu saya berburu bahan ke Riau, Batam, Tanjung Pinang, dan Tanjung Batu,” jelasnya.
Pemilihan bahan yang bagus memang sangat berpengaruh dengan kualitas bonsai yang dihasilkan. Seperti pohon anting putri, baru bahannya saja harganya Rp 200 ribu. Tapi, begitu sudah jadi bonsai harganya bisa Rp 1-2 juta. Harga segitu biasanya untuk bonsai baru. Sedangkan bonsai yang sudah berumur harganya bisa puluhan hingga ratusan juta.
Baca Juga Artikel Ini :
Berbisnis Tanaman Bonsai Cantik
Peluang Usaha Persewaan Tanaman Hias
Sementara untuk perawatan biasanya disiram sehari hanya sekali pada malam hari. Untuk penyubur tanaman, bonsai diberi kotoran kambing dan kelinci.
“Kalau pupuk paling kita kasih sesendok saja. Media tanamnya bukan tanah, tapi pasir Malang dan humus,” tuturnya.
Mahal karena Kesan Natural
Dikatakan Subur, bonsai kerap dijual mahal, bukan dinilai dari faktor usianya saja. Jenis kayu (bonggol) dan kesan natural pada bonsailah yang membuat pohon kerdil itu menjadi mahal. Sedangkan untuk jenis tanaman, bisa dikatakan semua pohon bisa dijadikan bonsai.
“Kita juga punya yang mahal mulai dari Rp 90-120 juta. Ada tekniknya untuk bisa menjadi natural, dan itu bukan tempelan. Pohonnya juga pohon biasa, cuma karena setiap tumbuh daun, daunnya kita babat. Lama-lama daunnya menjadi kecil,” ucapnya.
Berkat kerja kerasnya bersama sang kakak, kini mereka memiliki ribuan koleksi bonsai yang tersebar di Depok dan Cipanas. Beberapa koleksi tersebut di antaranya jenis pohon asam, jambu, plumbus, beringin, daun merah, anggur Brazil hingga bougenville Singapura.
“Koleksi kita banyak. Yang di Jalan Merdeka, Depok, saja asetnya bisa sampai Rp 1,7 miliar,” sebutnya.
Regulasi dan Birokrasi Hambat Ekspor
Bisnis bonsai memiliki nilai ekonomi yang sangat tinggi. Tak heran omzet hingga Rp 200 juta sebulan bisa didapatkan dari tempat budidaya tersebut. Jumlah itu masih terbilang kecil, karena 2 tahun lalu mereka bisa dapatkan hingga Rp 400 juta.
Maklum, bonsai sangat diminati oleh para pehobi berkantong tebal. Termasuk dari luar negeri seperti India, Amerika, hingga Eropa. Namun sayangnya, beberapa aturan regulasi dan birokrasi baik di dalam maupun di luar negeri terkadang cukup menyulitkan pembudidaya melakukan ekspor.
“Bonsai yang diperjualbelikan tidak sembarangan. Harus dikarantina, punya sertifikat kayu dan sudah melalui cek fisik terlebih dahulu. Negara tujuan pengiriman juga harus permitted (mengizinkan) barang itu dikirim,” katanya lagi.
Selain itu, bonsai yang dikirim ke luar negeri juga harus dalam kondisi gundul tanpa daun sehelai pun. Begitu pun lumut dan tanah yang menempel di bonggol harus dalam kondisi bersih.
“Kalau untuk ekspor lebih mudah pohon beringin. Kalau pohon-pohon yang lain agak sulit,” tandasnya.
Tim Liputan BisnisUKM
(/Dunih)
Kontributor BisnisUKM.com wilayah Depok