Muda Belia yang Sukses Usaha Batik Tulis Lasem

Bisnis Batik LasemKudus – Usaha batik tulis yang baru dirintisnya sejak tiga tahun lalu ini, tak disangka membuahkan hasil yang menjanjikan. Meski dikelola oleh seorang perajin batik tulis yang masih muda belia, yaitu Makhfudloh Fotrotaullah yang akrab disapa Fifit (22), Fitroh Batik Tulis Lasem mampu bersaing dengan kualitas batik terdahulu.

Ditemui Bisnisukm.com saat mengikuti even Dandangan di Kudus beberapa waktu lalu Fifit mengatakan, sebelum usaha batik kedua orang tuanya memiliki dua toko sembako besar yang berada di Pamotan dan Rembang. Namun usaha itu mengalami kebangkrutan.

Baca Juga Artikel Ini :

Jadi Reseller Batik, Ibu Rumah Tangga Ini Raup Omzet Jutaan Per Bulan

Jelang HUT DKI, Perajin Batik Betawi Genjot Produksi

Kemudian sang ibu Khoiriyah bertekad tetap ingin memiliki usaha, dan bisa mengantisipasi kebangkrutan. Akhirnya, pada 2013 ibunda Fifit itu belajar batik tulis pada sesepuh pebatik tulis di Lasem.

”Tidak lama setelah belajar membatik, Ibu mencoba produksi sendiri dan dijual. Saat itu saya baru melihat dan mengamati ibu membatik, sembari membantunya memasarkan. Meski saat itu masih tahap belajar, batik yang baru ibu buat laku. Dari situlah kami semakin semangat mengembangkannya,” katanya.

Proses pembuatan batik tulisFifit yang diam-diam juga hobi menggambar, mencoba membuat motif batik hasil imaginasinya sendiri. Kemudian ia mencoba memperlihatkan kepada sang ibu. Ternyata mendapatkan respon yang baik, tanpa pikir panjang hasil gambar motif Fifit itulah langsung diaplikasikan sang ibu pada kain untuk dibatik.

”Sering iseng gambar motif batik, karena lingkup daerah yang mayoritas pebatik jadi terinspirasi membuat motif sendiri. Malah ibu suka sama motif yang saya buat. Gayung bersambut, ternyata ibu konsisten dan fokus membangun usaha batik tulis ini,” paparnya.

Tak terhenti disitu selain dipercaya membuat desain motif batik oleh sang ibu, Fifit pun dipercaya kedua orang tuanya untuk mengelola usaha batik tulis yang diberi nama ”Fitroh” ini.

Fifit yang lulusan SMK NU Lasem ini memang lebih tertarik menjadi pengusaha ketimbang melanjutkan ke perguruan tinggi. Meski begitu, ia pun tetap mencari ilmu tentang membangun usaha, manajemen usaha, produk, dan pemasaran.

”Selain belajar batik dari Ibu, akhirnya sering ikut seminar baik itu dari dinas maupun kelompok pebatik. Seminarnya juga tentang membatik dari teknik dasar sampai mempelajari batik kuno. Ikut pelatihan berhari-hari, kadang beda-beda kota. Jadi ya waktunya padat mungkin sama seperti kuliah,” ungkap putri pertama dari dua bersaudara ini.

Perempuan berkerudung ini juga kerap membuat batik tulis hasil desainnya sendiri. Di sela-sela waktu luangnya ketika tidak ada kegiatan pelatihan atau pameran, Fifit melenturkan tangannya dalam proses membatik dengan teknik canting. ”Katanya yang melihat hasilnya bagus, dan ternyata buatan saya itu juga laku dijual di Bali,” ujarnya sambil tersenyum.

Fifit menuturkan, kini Fitroh Batik Tulis Lasem semakin berkembang. Sejak tahun ke dua, telah mampu membuat batik tulis dengan motif klasik. Di antaranya Sekarjagad, Daun Asem, Latoan, dan motif warna gelap lainnya. Untuk motif modernya, Fitroh Batik memproduksi motif-motif tak beraturan dan dengan warna yang lebih cerah.

”Ciri khas Batik Lasem memiliki isian motif lebih banyak, gradasi warna lebih banyak. Jadi ke khasan itu yang kami titik beratkan,” lanjutnya.

Awal pemasaran yang dilakukan Fifit yaitu menawarkannya pada tetangga sekitar. Dari sana, ia mendapat pesanan dari mulut ke mulut dan terus berkembang. Selanjutnya, ia pun tak enggan untuk datang dari pintu ke pintu berbagai instansi di Lasem dan Rembang.

”Nah yang terasa membantu penjualan yaitu dengan ikut berbagai pameran. Sejauh ini kami belum bisa melakukan pelayanan penjualan dalam sistem online. Sebab dari offline saja sudah mulai kuwalahan, takut tidak bisa melayani dengan baik,” tuturnya. Dari mengikuti pameran di berbagai kota itulah, Fitroh Batik mendapat pelanggan bahkan reseller. Sehingga membuka peluang penjualan lebih luas lagi.

Owner Batik LasemSaat ini ada kurang lebih 130 perajin batik tulis di Lasem. Namun yang terdaftar baru 80-90 saja. Diakui daya beli masyarakat di Lasem dan Rembang akan batik tulis khas daerahnya masih sangat minim, karena harganya yang cukup tinggi. Untuk batik satu warna pasarannya dibandrol Rp 100 ribu dan untuk yang paling banyak corak dan warna mencapai Rp 1,5 juta.

”Kebanyakan yang membeli dari luar daerah. Dan paling banyak pesanan dari Jawa Timur, Jakarta, dan Bali,” terangnya.

Fitroh Batik dalam sehari bisa memproduksi batik tulis rata-rata delapan kain dalam satu kali tahapan proses saja. Karena pembuatan batik tulis Lasem ini melalui beberapa proses yaitu, menggambar dengan lilin di bidang kain, lalu ditembok putihan, diwarna lagi, dan ditembok lagi, kemudian pencelupan atau pencoletan, ditembok lagi, dicelup lagi dengan warna lain, dilorot pakai air panas agar lilin meleleh, dikeringkan dan jadilah kain batik tulis.

”Untuk satu kain jadi sempurna membutuhkan minimal waktu pengerjaan 3 hari jika dilakukan oleh satu orang perajin. Jika musim hujan waktunya bisa lebih lama,” jelasnya.

Usaha batik yang baru tiga tahun berdiri ini, kini telah memiliki sedikitnya 15 karyawan yang bekerja setiap hari di rumahnya di Desa Sendangagung RT 02 RW 03, Pamotan, Rembang, Jawa Tengah. Untuk menjaga kualitas produk kain batiknya, selain inovasi motif eksklusif, Fifit juga benar-benar menggunakan bahan yang berkualitas. Selain itu tetap merutinkan ikut pelatihan batik di Semarang, Yogyakarta, Solo dan Lasem.

BINGUNG CARI IDE BISNIS ?
Dapatkan Ratusan Ide Bisnis Dilengkapi Dengan Analisa Usaha.
Klik Disini

Usaha yang dipimpin Suwarji yang tak lain adalah ayah Fifit ini mampu menjual sekitar 20 kain batik tulis setiap harinya. Omzetnya pun di atas Rp 5 juta per bulan, belum lagi ketika mengikuti pameran atau event di kota-kota besar. Pendapatannya pun bisa berlipat.

Hingga saat ini, Fifit melanjutkan produknya telah menjelajah di kawasan Jawa Timur, Bali, Jakarta. Ia mengaku saingannya justru bukan dari batik lokal, melainkan batik buatan Tiongkok yang menggunakan mesin sehingga harganya bisa lebih terjangkau konsumen. Tapi jika dilihat dari kualitasnya, batik Lasem masih di atasnya.

Tim Liputan BisnisUKM

(/Ayu)

Kontributor BisnisUKM.com wilayah Kudus