Apa yang terlintas dalam benak Anda tentang produk-produk fashion yang berbahan baku kulit buaya, katak, ataupun kulit ular? Selain jijik atau bahkan geli, tidak sedikit pula yang menganggap produk-produk fashion atau kerajinan yang berbahan baku kulit spefisik seperti itu memiliki nilai eksotisme yang sangat tinggi. Kondisi demikian ternyata menimbulkan rasa penasaran dari beberapa kalangan untuk menggarapnya menjadi sebuah ladang bisnis yang menjanjikan.
Salah seorang pihak yang menyadari akan besarnya potensi bisnis berbahan dasar kulit tersebut adalah Adriyanto Wicaksono. Pria yang akrab disapa Adrian tersebut mengaku tergerak jiwanya untuk mengolah kulit menjadi sebuah produk yang bernilai jual tinggi ketika masih tinggal di Papua. “Saat masih sekolah di Papua saya mendapati fakta bahwa beberapa satwa seperti katak hanya dianggap sebagai hama, sehingga banyak yang dibunuh kemudian di buang begitu saja,” kata Adrian kepada tim liputan bisnisUKM.
Padahal menurut Adrian, katak Papua yang berukuran cukup besar memiliki karakter kulit yang unik. Sehingga ketika hanya dianggap sebagai hama dan dibuang begitu saja, dirinya sangat menyayangkannya. “Waktu itu sudah ada dalam benak pribadi saya untuk bagaimana memanfaatkan kulit katak tersebut menjadi sebuah produk yang lebih bernilai,” jelasnya. Keinginan tersebut baru bisa terealisasi ketika Adrian memutuskan untuk kembali ke Jogja tempat kelahirannya.
“Di Jogja atau lebih luas lagi Jawa memiliki banyak ragam satwa yang memiliki karakteristik unik dan cantik, namun saat itu saya sendiri tidak memiliki modal pengetahuan ataupun skill dalam bidang perkulitan, sehingga memutuskan untuk mengambil kursus singkat tentang pengolahan kulit di Akademi Teknologi Kulit Yogyakarta selama 2 bulan,” terang Adrian saat ditemui di workshopnya.
Bukan perkara mudah bagi Adrian untuk memulai menjalankan usaha tersebut, karena proses pengolahan kulit yang cukup rumit membuatnya ‘terpaksa’ melakukan serangkaian trial error selama 1,5 tahun. “Ujicoba yang saya lakukan ketika itu adalah pengolahan kulit (kulit katak dan kulit ikan kakap sebagai sampel) hingga bisa bertahan dalam jangka waktu yang lama,” imbuh lulusan London School of Economics tersebut.
Setelah berhasil menemukan formulasi yang tepat dalam pengolahan kulit ketika itu, Adrian memutuskan untuk mulai mengkreasi beberapa item produk yang berhubungan dengan fashion wanita. “Saya mengambil referensi ide perihal model dari luar (negeri), karena tidak bisa dipungkiri jika orang kita kebanyakan western minded, terutama untuk produk fashion wanita,” lanjutnya. Kreasi tas, dompet, serta beberapa accessories wanita menjadi produk yang diproduksi Adrian dalam naungan LUMICA Exotic Leather sebagai brand usahanya.
Kendati mengambil referensi dari luar negeri, untuk urusan desain Adrian mengembangkannya sendiri. Dirinya ingin menciptakan karakter desain yang Lumica, artinya yang benar-benar menjadi trademark produk Lumica Exotic Leather. “Memang tidak semuanya berbahan baku kulit, karena kami sering mengkombinasikannya dengan bahan pendukung lainnya, dan itu yang menjadi karakter/ ciri khas kami,” terangnya lagi.
Kendala Awal Mula Mengembangkan Usaha
Setelah sukses menemukan dan menciptakan produk kreasi bernilai jual, Adrian harus dihadapkan pada kondisi dimana masyarakat belum familiar dengan produk tersebut. “Butuh perjuangan ekstra memang, karena masyarakat justru ngeri dan geli saat pertama kali kami mengenalkannya di pasaran,” terangnya. Akan tetapi dengan edukasi yang benar serta kemasan produk yang pas, lambat laun masyarakat bisa memahami dan tertarik dengan produk mereka.
“Strategi saat itu kami mengemas dan mengolah kulit katak menjadi lebih cantik, agar tidak kelihatan bahwa itu merupakan kulit katak,” jelas anak pertama dari tiga bersaudara tersebut. Selain itu, dari segi modelnya, Adrian menggunakan model-model yang luwes, tidak kaku, girly, dan sesuai dengan kebutuhan wanita.
Strategi Pemasaran
Untuk memasarkan produk, Adrian yang saat ini dibantu beberapa orang tenaga produksinya mengaku menggunakan berbagai macam sarana dan media yang ada. “Mulut ke mulut, pameran baik di dalam dan di luar negeri (fasilitas dinas), melalui seminar-seminar tentang produk alternative, kerjasama dengan para desainer fashion, dan sosial media,” terang Adrian mengenai langkah pemasarannya. Dari sekian banyak strategi pemasaran yang dia terapkan, Adrian mengaku pameranlah yang memberikan efek serta konversi yang paling tinggi.
“Sejauh ini respon sangat positif, namun karena masih ada keterbatasan yang kami miliki, maka tidak serta merta kami menerima pesanan/ order produk, kecuali kalau mereka (konsumen) sepakat dengan waktu yang kami tawarkan,” jelas Adrian. Bahan baku dan tenaga produksi (SDM) menjadi dua point pokok kendala yang saat ini mereka hadapi. Namun step by step permasalahan tersebut mulai diantisipasi agar pemasaran yang sejauh ini sudah menjangkau Italy dan Australia bisa berjalan lancar.
Untuk bahan baku, saat ini mereka bekerjasama dengan BKSDA (Balai Konservasi Sumber Daya Alam). “Semua bahan baku yang kami gunakan berasal dari satwa peternakan, jadi bukan satwa liar yang dilindungi, di sini kami juga mengikuti arahan dari BKSDA dalam menggunakan bahan baku agar ekosistem juga senatiasi terjaga,” terangnya.
Info Produksi
Dalam sebulan, saat ini Lumica bisa menghasilkan kurang lebih 25 item produk berbagai jenis. Namun kapasitas tersebut akan melonjak dengan sendirinya ketika menghadapi momentum Lebaran dan Natal setiap tahunnya. “Untuk kisaran harga yang ada di Lumica adalah Rp.100.000,00 s.d. Rp.3.000.000,00/ produk, tergantung bahan baku dan item produknya,” jelasnya.
Sejauh ini segmen pasar yang dibidik Adrian adalah masyarakat umum, namun seiring berkembangnya waktu, ternyata segmen tersebut terbentuk dengan sendirinya. “Bisa jadi karena pertimbangan harga juga, sehingga segmen pasar yang terbentuk berasal dari kalangan menengah ke atas, namun ke depan kami ingin menciptakan pengembangan (anak usaha) Lumica dimana masyarakat umum dari seluruh lapisan masyarakat bisa menikmati produk yang kami kreasi,” katanya.
Keunggulan Produk
Terkait keunggulan produk yang dimilikinya, tanpa ragu Adrian menjelaskannya secara rinci. “Produk kami ini limited edition, karena hanya kami produksi satu satu, kemudian pada setiap produk kami juga memberikan sertifikat yang menandakan bahwa produk tersebut asli, dan yang utama pastinya garansi, yang waktunya disesuaikan dengan item produk yang dibeli,” ujarnya. Selain itu, Lumica juga memberikan keleluasaan untuk konsumen dalam memilih warna dan desain sesuai dengan keinginan sendiri.
Di akhir wawancaranya, Adrian berharap Lumica bisa menjadi salah satu ikon untuk Jogja ke depannya. “Selama ini kalau orang ingin mencari bakpia bisa ke Pathuk, kalau batik bisa ke Malioboro atau beringharjo, nah harapan kami kalau nantinya orang pengen mencari produk fashion dan accessories unik bisa ke Lumica,” jelasnya.
Tim liputan bisnisUKM