Sekolah Usaha Perikanan Menengah (SUPM) sudah berdiri sejak 1986. Tersebar di sembilan kota di Indonesia yaitu di Ladong (Nangro Aceh Darussalam), Pariaman (Sumatera Barat), Kota Agung di Lampung, Tegal di Jawa Tengah, Bone (Sulawesi Selatan), Pontianak (Kalimantan Barat), Waiheru di Ambon, Sorong (Papua) dan Kupang, NTT. SUPM (dulu bernama SUPM Pontianak) membina 4 program studi yaitu Prodi Nautika Perikanan Laut (NPL) yang mempelajari teknik pelayaran dan penangkapan ikan.
“Saat ini SUPM di Pontianak mencakup seluruh wilayah Kalimantan, Natuna dan Kep. Anambas, Riau. Murid terjauh berasal dari Kepulauan Natuna dan Anambas, Provinsi Riau,” ujar Kepala sekolah SUPM, Mustafa, S.P, M.Si.
Melalui empat program studi yang dimiliki, Prodi Teknika Perikanan Laut (TPL) di SUPM mendidik calon pengusaha muda untuk belajar tentang permesinan kapal, Teknologi Budidaya Perikanan (TBP) mempelajari budidaya pemeliharaan ikan, dan terakhir Prodi Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan (TPHP) mempelajari proses pengolahan hasil perikanan menjadi produk kuliner, mulai dari cara membuat kuliner tradisional seperti memasak ikan pindang, ikan asam pedas hingga modern seperti mengolah nugget, bakso ikan, dan fillet.
“Di prodi TPHP ini para siswa diajarkan mengelola hasil laut menjadi produk makanan seperti misalnya nugget, bakso, empek-empek,otak- otak, ikan asin, somay, krupuk ikan,dan amplang. Hasilnya dijual di lingkungan SUPM. Keuntungan hasil penjualan digunakan untuk modal usaha serta menambah uang jajan mereka,” ujar Ketua Program Studi TPHP, Misnawati.
Baca Juga Artikel Ini :
Misnawati mengatakan, sejak adanya Jurusan TPHP tiga tahun silam, SUPM selalu diundang Pemerintah Provinsi Kalbar untuk mengikuti pameran di Rumah Radakng Pontianak dalam rangka memeriahkan Hari Ulang Tahun Pemerintah Provinsi Kalbar. Selama ini SUPM belum pernah mengikuti pertandingan tingkat nasional karena kurangnya informasi tentang lomba. Sedangkan untuk lingkup Kalbar sendiri memang tidak pernah diadakan lomba, berhubung sekolah yang punya jurusan kuliner hanya dua, SUPM dan SMKN 5 saja yang memiliki Jurusan Tata Boga.
Tak hanya dididik untuk menguasai bidang akademik, setelah lulus dari SUPM siswa juga berhak mendapat sertifikat Hazard Analysis Critil Control Point (HACCP) dan Sertifikat Kompetensi Pengolahan Hasil Perikanan. Dengan bekal kemampuannya, setelah lulus siswa dapat diterima bekerja sebagai koki di perusahaan ataupun restoran. Selain itu, siswa juga bisa berwirausaha di bisnis kuliner khususnya olahan ikan.
Dibandrol dengan harga jual produk mulai dari Rp 2.000 hingga Rp 5.000, produk hasil pengolahan para siswa tidak memakai bahan pengawet. Salah satu alasan produk pengolahan hasil laut selama ini belum dijual ke luar SUPM karena belum ada ijin resmi dari Depkes dan PIRT kemasan juga belum standar.
BINGUNG CARI IDE BISNIS ?
Dapatkan Ratusan Ide Bisnis Dilengkapi Dengan Analisa Usaha.
Klik Disini
Ke depan, Misnawati berharap produk hasil karya para siswanya bisa dijual ke luar dan juga prodi TPHP mempunyai mesin pembuatan sosis dan abon ikan karena selama ini siswa masih memproduksi abon dan sosis ikan secara manual. Di samping itu, proses pembuatan produk memakan waktu lama. Untuk proses pengasinan ikan gurame memakan waktu hingga 1-3 hari, terutama di musim hujan.
“Alat presto untuk membuat bandeng tanpa duri juga masih kurang,” ujar Misnawati.
Tim Liputan BisnisUKM
(/Vivi)
Kontributor BisnisUKM.com wilayah Kalimantan Barat