Olahan Singkong Bernilai Jual Tinggi, Naik Kelas!

Singkong menjadi salah satu produk pertanian yang melimpah ruah di Indonesia. Wajar saja, karena komoditi pertanian lokal ini memang menjadi salah satu yang terbesar di dunia. Pertanyaanya apakah dengan melimpahnya singkong tersebut sebanding dengan kesejahteraan para petaninya? Nah cerita pengalaman dari Dewi Purnomo dari Anak Tani Sleman dan Yessy Purwati dari De Thela ini bisa sebagai gambaran kondisi di lapangan terkait potensi singkong dan pasarnya.  

Didukung sepenuhnya oleh Dinas Pertanian, Pangan, dan Perikanan Kab. Sleman, tim liputan TVBisnis mengunjungi 2 orang produsen olahan singkong di Moyudan Sleman Yogyakarta. Yang menarik, dari dua orang narasumber ini memiliki konsep olahan singkong yang berbeda, untuk Anak Tani lebih ke tradisional, sementara untuk de thela berkonsep modern kekinian.  

Dewi Purnomo selaku owner dari Anak Tani bertutut bahwasanya dirinya memulai usaha ini ketika di tahun 2017 berkunjung ke kediaman saudaranya di Kaliangkrik Magelang. Di situ dirinya menjumpai fakta bahwa petani singkong mengalami kesulitan menjual hasil panennya. Bahkan di pasaran singkong-singkong tersebut hanya dihargai Rp.300/ kg. “Mereka (petani) bingung menjualnya, dari situlah saya dan suami berniat untuk membantu menjual singkong-singkong itu di Jogja,” jelas Dewi.  

Di tahap awal Dewi membawa kurang lebih satu ton singkong untuk di pasarkan di sekitar Sleman. Dan ternyata semuanya ludes dibeli para penggemar singkong. “Ternyata banyak juga penggemar singkong di wilayah kami, buktinya semua singkong yang kami bawa ludes di pasaran,” lanjutnya. Nah dari situlah, ibu dua orang putra tersebut berfikir untuk bagaimana meningkatkan nilai jual singkong tersebut, tidak hanya dijual mentahnya saja.  

“Pilihannya ketika itu adalah membuat olahan makanan tradisional dengan bahan baku singkong, kenapa? supaya lebih menarik, praktis disajikan, dan bisa disimpan dalam waktu yang lama di freezer,” jelas Dewi.  Untuk menjaga agar supaya produknya tahan lama, Dewi mengkonsep produk olahan singkong tersebut dalam bentuk frozen food.  

Kendala Bisnis Olahan Singkong

Apakah tidak ada kendala? Ternyata perjalannya tidak semulus yang direncakan. Untuk jenis olahan tertentu, pilihan jenis singkong sangat berpengaruh. Karena ternyata tidak semua jenis singkong bisa diolah menjadi panganan lezat. “Ada yang hasilnya pahit, keras, dan kita bikin manggleng juga tidak bisa dijual, ternyata yang kita butuhkan itu varietas singkong maroksari dan meni,” lanjut Dewi sembari tersenyum.  

Lebih praktis menjadi tujuan tersendiri bagi Dewi mengembangkan produk olahan singkong tersebut, “Kita ada 5 macam, singkong goreng, cotot, timus ubi ungu, getuk goreng, sama getuk kimpol,” terangnya terkait aneka jenis olahannya. Semua produk olahan tersebut dikonsep frozen (ready cook), sehingga orang yang beli nantinya tinggal goreng dan langsung konsumsi.  

Disinggung terkait penggunaan teknologi dalam mengembangkan usahanya, Dewi yang juga memiliki bisnis penggilingan beras tersebut awalnya sempat kesulitan. “Kesulitan ketika semuanya serba manual & tradisional, awalnya seperti itu sampai akhirnya kita bisa membeli mesin yang memudahkan untuk produksi,” katanya.  

Di akhir wawancaranya, Dewi menambahkan bahwa usahanya tersebut tidak semata hanya untuk diri dan keluarganya saja. Pemberdayaan khususnya ibu-ibu PKK di wilayahnya agar memiliki tambahan penghasilan juga menjadi prioritasnya. “Jadi mereka (ibu-ibu) bisa menanam singkong atau juga bisa ikut serta dalam proses produksinya,” tutup Dewi.  

Olahan Singkong Frozen Food

Selain Dewi yang mengembangkan Anak Tani dengan olahan tradisional berkonsep frozen food, ada salah seorang lagi yang tinggal tidak jauh dari kediamannya yang mengolah dan menjual olahan singkong. Adalah Yessy Purwati yang sejatinya adalah mantan karyawan dari Dewi saat ini mengembangkan sendiri produk olahan singkong tetapi dengan olahan yang lebih modern dan kekinian.  

“Memang awalnya dulu saya bekerja bersama Mbak Dewi, tetapi karena tuntutan harus mengurusi keluarga, khususnya antar jemput anak, jadi memutuskan untuk mengembangakan sendiri,” kata Yessy kepada tim liputan TVBisnis. Dirinya terlebih dahulu melakukan riset olahan singkong apa saja yang belum ada di lingkungan tempat tinggalnya. Riset dilakukan dengan mengunjungi pasar, pusat jajanan oleh-oleh, warung-warung kelontong, dan via sosial media (youtube). 

Dari riset yang dilakukannya, Yessy menemukan produk getuk goreng krispi yang ada di pasaran masih banyak kekurangan. “Olahan yang saya temukan itu kalau di pasaran ada yang kurang gula, kurang kelapa, sehingga saya coba otak atik lagi resepnya sampai ketemu yang pas seperti ini,” imbuhnya. Proses trial error lakukannya kurang lebih 3 bulan sampai benar-benar ketemu resep yang menurutnya lezat.  

Yang membedakan getuk goreng kreasinya dengan produk pasaran adalah dari sisi isian dan bahan bakunya. “Di produk kami memang benar-benar isiannya coklat, tidak hanya tepung perasa saja, itu yang kemudian membedakan produk kami dengan yang beredar di pasaran,” jelasnya.  

Sama seperti halnya Dewi dengan Anak Taninya, bahan baku juga menjadi kendala dari proses produksi de thela. Untuk mengantisipasi hal itu, dirinya harus ‘jemput bola’ terjun langsung ke pasar untuk mencari bahan baku singkong yang berkualitas dan sesuai kriteria. “Di Jogja kan ada Pasar Telo, jadi ketika memang dari petani itu jumlahnya terbatas, saya mau gak mau harus cari sendiri ke pasar,” lanjut Yessy. (her_) 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *