Pertumbuhan bisnis franchise laundry di Indonesia saat ini menunjukkan perkembangan yang cukup signifikan. Tidak hanya di kota-kota besar saja, di pelosok daerah pun kini bisnis binatu tersebut mulai menjamur dengan berbagai tawaran fasilitas dan pelayanan.
Maraknya usaha laundry juga tidak bisa dilepaskan dari semakin tingginya tingkat kepercayaan masyarakat akan jasa laundry. Di samping itu, perubahan gaya hidup masyarakat yang lebih memilih mendatangi laundry dibandingkan mencuci sendiri membuktikan bahwa bisnis ini memiliki prospek yang sangat menjanjikan.
Salah satu pelaku bisnis franchise laundry yang mampu berkembang hingga bisa melakukan ekspansi cabang secara nasional adalah Simply Fresh Laundry. Bisnis franchise laundry yang lahir di kota pelajar Yogyakarta tersebut dikembangkan oleh anak muda asal Lampung yang bernama Agung Nugroho Susanto.
Agung yang kala itu masih kuliah di Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, merasa bahwa bisnis laundry bisa dikembangkan dari berbagai macam aspek. “Sebagai anak perantauan saya termasuk pengguna jasa laundry, seketika itu pula saya berfikir harusnya bisnis laundry juga bisa dikembangkan seperti bisnis-bisnis lainnya, karena memiliki pangsa pasar yang besar dan luas,” kata Agung kepada tim liputan bisnisUKM mengunjungi kantornya, Rabu (24/4).
Atas dasar itulah, Agung yang sebelumnya pernah ‘gagal’ dalam menjalankan bisnis clothing dan gerai handphone mencoba peruntungan dengan membangun bisnis laundry di salah satu sudut kota Jogja. Pengalaman dalam bisnis sebelumnya menjadi acuan bagi Agung untuk lebih cermat dalam mengembangkan bisnis barunya tersebut.
“Modal yang terbatas bukan menjadi halangan saya ketika itu, gadai motor hingga meminjam uang menjadi solusi karena saya berfikir bisnis ini (laundry) memiliki prospek yang cerah kedepannya,” lanjutnya. Alhasil, Februari 2006 lahirlah Simply Fresh Laundry yang menempati sebuah tempat berukuran 2×3 meter di Jalan Flamboyan Gejayan Yogyakarta.
Nilai Lebih Simply Fresh Laundry
Berbekal 1 buah mesin cuci dan pengering, Agung yang dibantu 2 orang karyawannya mulai memasuki ‘medan perang’ bisnis laundry yang kala itu mulai marak juga di kota Jogja. Tidak mudah memang, namun Agung memiliki beragam ide brilian yang bisa diterapkan agar laundry miliknya bisa memperoleh banyak pelanggan.
“Waktu itu hampir seluruh laundry menjanjikan cuciannya baru bisa jadi dan diambil setelah 2 atau 3 hari, kemudian saya memiliki ide membuat laundry yang bisa 4 jam jadi, dan ternyata responnya luar biasa,” jelasnya. Meskipun harus menguras tenaga dan waktu (karena sering lembur), namun ide tersebut ternyata merangsang banyak orang khususnya kalangan mahasiswa untuk menggunakan jasa laundry kilat milik Agung.
Tidak sampai di situ, Simply Fresh juga memiliki inisiatif dengan memberikan 7 pilihan pewangi dimana konsumen bisa memilih sendiri. “Dengan layanan laundry kilat dan 7 pilihan pewangi tersebut kami memiliki pembeda dengan usaha laundry lainnya, sehingga banyak orang yang kemudian datang ke kita dan menjadi pelanggan tetap, apalagi ketika itu saya menerapkan harga Rp 2.500,00 yang lebih murah dibandingkan laundry lainnya,” lanjut Agung. Konsep dan sistem yang berbeda tersebut membuat Simply Fresh semakin dikenal dan bahkan dalam jangka waktu satu tahun Simply Fresh sudah bisa membuka 2 cabang lainnya di seputaran Yogyakarta.
Inovasi-inovasi Agung ternyata tidak hanya berhenti sampai disitu. Simply Fresh kemudian mengembangkan layanan jasa laundrynya dengan menggunakan teknologi ultra violet untuk sterilisai air, sehingga air yang digunakan bebas bakteri.
Disamping itu, gerai laundry simply fresh juga hanya menggunakan detergen yang ramah lingkungan (limbah detergen yang bisa menyuburkan tanaman), memberikan garansi produk, menggunakan alat pengepak press plastik, layanan delivery service, dll. Semua inovasi itulah yang kemudian membuat Simply Fresh semakin berkibar di jagat bisnis laundry.
Jatuh Bangun Merintis Usaha Laundry
Namun, di balik kesuksesan yang direngkuh Agung ketika itu, dirinya juga pernah merasakan dilema saat orang tuanya melarangnya melanjutkan bisnis laundrynya tersebut. “Ketika lulus kuliah tahun 2007, saya diminta oleh orang tua untuk menjadi tenaga professional seperti keluarga lainya, dimana ayah saya seorang lawyer, kakak saya bekerja sebagai dokter dan jaksa, padahal saat itu saya sudah memiliki 3 gerai yang sedang ramai-ramainya,” ujar Agung.
Karena ingin menyenangkan kedua orangtuanya, Agung mencoba mengikuti tes penerimaan pegawai di sebuah bank pemerintah di Yogyakarta. Dia lulus tertulis dan wawancara, dan hanya tinggal satu langkah lagi menjadi pegawai bank tersebut, yakni wawancara di Jakarta. Namun, di tengah kegalaunnya itu, Agung memohon dan mencoba meyakinkan kedua orang tuanya untuk tidak melanjutkan seleksi dan ingin fokus di bisnis laundry yang digelutinya. “Ketika itu saya berjanji, jika dalam waktu satu tahun tidak berhasil, maka saya siap bekerja dimanapun,” imbuhnya.
Tekat kuat dan motivasi tinggi itulah yang kemudian mengantar Agung memulai perjalanan barunya dalam mengembangkan Simply Fresh Laundry. Akhir tahun 2007, Agung memutuskan mengembangkan usahanya dengan sistem waralaba. Konsep laundry kiloan yang waktu itu belum umum, unik, serta memiliki nilai lebih dalam hal inovasi-inovasinya menjadi beberapa point yang Agung tawarkan kepada para calon mitranya. Hasilnya, dalam jangka waktu yang relatif singkat bisnis franchise Simply Fresh Laundry sudah memiliki 18 outlet dengan 87 agen.
Tahun 2008 outletnya meningkat menjadi 42 dengan 125 agen. Dan akhir tahun 2009 outletnya telah mencapai lebih dari 110 dengan 203 agen yang tersebar di seantero kota-kota besar di Indonesia.
“Hingga saat ini, Simply Fresh Laundry sudah tersebar di 101 kota di Indonesia dari Sabang sampai Merauke, dengan lebih dari 295 outlet,” terang Agung. Menurutnya orang Indonesia itu suka yang praktis-praktis, yakni bisnis tetapi ada jaminan untungnya, makanya Agung berani mewaralabakan Simply Fresh miliknya.
Ketika ditanya apa yang menjadi kunci sukses bisnisnya, Agung tanpa ragu menjawab teori 4P, yakni Price, Product, Place, dan Promotion. Semua aspek dalam teori 4P tersebut jika dijalani dengan baik, maka bisnis yang dilakoni pasti akan berjalan sebagaimana yang diharapkan.
“Yang menjadi salah satu poin kenapa para rekan-rekan pengusaha laundry pemula itu sulit berkembang karena harga dijadikan point selling utama, bisnis laundry seperti ini memiliki margin yang kecil, sehingga ketika si pengusaha tersebut ingin mengejar banyak pelanggan dengan harga yang rendah maka yang kasihan pengusahanya itu sendiri,” lanjutnya.
Oleh karena itu, Agung berpesan agar para pebisnis laundry tidak melulu mematok harga sebagai point selling utama. Harga terjangkau bisa diterapkan ketika di awal sebagai strategi mencari pasar. “Selain pastinya untuk biaya hidup, dalam berbisnis laundry juga ada perawatan mesin, operasional lainnya, sewa tempat, jadi semuanya harus diperhatikan agar cashflownya bisa berjalan dengan baik,” tambah Agung yang kini juga mengembangkan sayap bisnisnya melalui Simply Homy dan Keripik Donsimply tersebut.
Tim liputan bisnisUKM
Bgaimn cra’y mnjdi mitra
Pak.saya mau tanya soal menjadi agen /kerjasama dgn simply laundry ini serta modal nya berapa?
Terima kasih
buat pak agung yang terhormat , apa bisa dikirimi analisa usaha laundry pada saat baru memulai usahanya sampai menawarkan biaya layanan loundry Rp.2500; dari mana bapak mengambil dasar penentuan harga perkilo atau / perpotong pakaian.
bagaimana mekanisme kerja sama yang dibangun selama ini dengan cabang-cabang yang dibuka didaerah. mohon dikirimi mekanisme kerjasamanya. dalam memberikan layanan ke hotel/rumah tangga selama ini, iklan apa yang digunakan sampai pengunjung/konsumennya cukup banyak?.
saya sdh membaca semangat pak agus dalam menggeluti bisnis loundry termasuk mengurungkan niat untuk menjadi pegawai bank. atas kesediaannya membagi infonpengalamannya, sebelumnya disampaikan terima kasih.