pengrajin limbah bekas

Hias Perabot Bekas, Pengusaha Ini Terima Pesanan Jepang dan Korsel

pengrajin limbah bekas Siapa sangka, perabot bekas seperti wajan, panci, ember, atau lampu minyak yang tak terpakai bisa diubah jadi peluang bisnis kerajinan limbah yang untungnya lumayan besar. Bahkan limbah perkakas itu mampu dijual ke negara lain seperti Jepang dan Korea Selatan. Itulah yang dilakukan Fairuz Ali Basir dalam rentan waktu satu tahun ini.

Di salah satu rumah di Kampung Joyosudiran, RT 03, RW 11, Kecamatan Pasar Kliwon, Solo, terlihat banyak perabot bekas yang berjajar rapi di pagar depan rumah. Dari kejauhan, warna warninya menggelitik rasa penasaran untuk masuk ke dalam.

Itulah hiasan perabot bekas, yang telah disulap Fairuz dan suaminya, Fadil Abdullah Bahamady, dan sedang dalam proses penjemuran. Setahun terakhir ini, Fairuz menggeluti bisnis kerajinan limbah perabot bekas, setelah tujuh tahun malang melintang berbisnis jual beli barang-barang lawas.

Ide Fairuz ini berawal saat ia dan sang suami seperti biasa mencari barang-barang antik yang dijual oleh pemiliknya. Satu waktu, ia mendapat berbagai barang antik, termasuk perabot makan bekas berbahan logam yang tak laku dijual kembali di pasar barang antik, Pasar Triwindu.

kerajinan limbah perabot bekasAlih-alih dikoleksi atau dijual langsung, Fairuz malah membeli cat dan kuas, kemudian membubuhkan gambar pada perabot-perabot itu. Setelah jadi, barulah ia tawarkan ke pedagang di Pasar Triwindu, dan laku.

“Awal mulanya saya lihat barang bekas yang sudah gak terpakai, kayak karaten begitu. Terus saya cat dengan motif bunga-bunga. Lalu saya tawarkan ke Pasar Triwindu, Alhamdulillah banyak yang pesan,” kata ibu tiga anak tersebut.

Melalui bisnis kerajinan limbah perabot ini, Fairuz dan suami mampu menyekolahkan ketiga anaknya. Bila pesanan tengah banyak, ketiga anaknya pun turut membantu mengerjakan.

Mereka tak pernah libur, karena setidaknya dalam sebulan mereka harus memenuhi dua sampai empat pesanan besar. Belum lagi bila mereka mengerjakan stok barang, selalu habis dibeli oleh pedagang Pasar Triwindu.

Jepang, Korea Selatan, Hingga Asian Games 2018

aneka kerajinan limbah bekasTak hanya dijual di pasar barang seni, beberapa pelanggan juga memesan langsung kepada Fairuz. Bahkan beberapa rela mendatangi rumahnya untuk memilih hiasan perabot yang ada. Salah satunya, Solydio Rachel yang mengaku mencari pajangan untuk kafenya.

“Ini unik banget ya soalnya tidak ada di tempat lain. Kemarin sempet muter-muter salah alamat juga, ternyata tempatnya di sini. Jadi dia kan nyulap barang bekas ya, cukup menarik, kebetulan juga saya mau bikin wedangan, ini mau nyari pajangan di sini,” jelas Rachel.

Setahun berjalan ini, Fairuz dan suami telah beberapa kali mengirim produknya sampai luar negeri. Mereka pernah mengirim hiasan perabot bekas hingga Jepang dan Korea Selatan. Menurut Fairuz, waktu itu produknya bukan sembarang produk, karena ia menyematkan lukisan punakawan pada hiasan perabot bekas buatannya.

bisnis kerajinan limbah perabot bekas“Itu saya bikin Punakawan, Gareng, Petruk, Semar, Bagong di wajan. Tapi kata orang Triwindu, ‘ini gak laku’. Ndak apa apa, terus saja kami pasarkan, eh ternyata ada orang Jepang yang tertarik minta dikirim. Ada juga blek kerupuk itu dikirim ke Korea Selatan,” kisahnya.

Selain wajan bergambar Punakawan, yang teranyar pasangan suami istri ini diminta memenuhi pesanan dari Palembang untuk meramaikan gelaran Asian Games 2018. Ada satu restoran yang memesan 50 buah hiasan wajan hias, 50 ember hias, dan 50 ceret lukis.

Untuk pesanan tersebut, pemilik restoran meminta desain bunga-bunga khas Indonesia. Pengerjaan dilakukan selama sebulan lebih, mulai dari proses pencarin perabot hingga pengiriman. Setelah perabot didapat, proses pengerjaan pun dilakukan mulai dari membersihkan karat.

“Waktu itu saya bikin sampel wajan, ember, sama ceret, saya pasarkan ke Pasar Triwindu. Tak taunya kafe dari Palembang pesan itu tadi, dengan motif kembang. Katanya untuk meramaikan Asian Games, di sana banyak tamu luar dan pejabat, siapa tahu ada yang pesan untuk souvenir,” jelas Fairuz.

Proses pembersihan karat dilakukan manual dan berkali kali agar tetap higienis. Setelah dibilas dan dikeringkan, perabot diberi warna cat dasar. Baru selanjutnya dilukis dengan aksen artistik sesuai pesanan, kemudian dikeringkan di bawah sinar matahari langsung.

Ditanya kendala proses, Fairuz mengaku lumayan kesulitan menemukan stok perabot bekas. Hal itu diakali dengan membeli perabot jadul namun baru, dan beresiko bahannya jadi lebih mahal. Meski begitu, ia mengaku tak mau membebankan itu kepada pelanggan alias harga tetap sama.

Impian Pasutri Ini Ingin Punya Galeri Sendiri

pengusaha kerajinan limbah bekasHarga satu hiasan perabot bekas buatan Fairuz, dibandrol harga sekitar 50 hingga 250 ribu rupiah. Variasi itu tergantung jenis perabot, ukuran, dan rumitnya pengerjaan desain.

Saat ini sudah banyak jenis hiasan perabot yang mereka buat. Selain wajan, ember, dan ceret, mereka juga membuat lampu minyak hias, lampu tidur, baskom, wadah kerupuk, tempat nasi, dan perabot lainnya. Mereka juga pernah menyematkan berbagai desain seperti wayang, kembang, fauna, dan lain sebagainya.

Meski hingga saat ini pesanan menumpuk, Fairuz mengaku masih ingin mengembangkan bisnisnya lebih lebar lagi. Ia bermimpi memiliki galeri kerajinannya sendiri. Dengan begitu, ia dapat menambah lebih banyak lapangan pekerjaan.

” Sebenarnya pengen punya galeri sendiri, tapi sampai sekarang belum tahu caranya bagaimana. Rencana juga pengen ikut-ikut pameran siapa tahu bisa nambah jaringan. Kalau ini nanti udah besar, kan bisa bikin lapangan pekerjaan,” tutup Fairuz.

Tim Liputan BisnisUKM
(/Rizki B.P)
Kontributor BisnisUKM.com Wilayah Solo Raya