Jadi Korban PHK, Dewi Gandeng Anak Yatim Besarkan Usaha Tas Lukis

Jadi Korban PHK, Dewi Gandeng Anak Yatim Besarkan Usaha Tas Lukis

Jadi Korban PHK, Dewi Gandeng Anak Yatim Besarkan Usaha Tas LukisTerpaksa jadi korban PHK setelah bank tempat bekerja dilikuidasi, tak lantas membuat Ni Made Dewi Andariyani putus asa dan terpuruk dalam duka. Beragam peluang usaha silih berganti dicoba, hingga akhirnya wanita ini berlabuh pada usaha tas lukis yang tampil eksotis.

Hebatnya lagi, bisnis ini tak hanya ia jalankan untuk mendatangkan keuntungan bagi dirinya, tapi Dewi juga sengaja menggandeng anak-anak yatim dan kurang mampu untuk diberdayakan sebagai perajin tas dan dompet lukis.

Sebelum menggeluti usaha tas lukis dan kerajinan dompet di kawasan Padang Sambian-Denpasar, Dewi lebih dulu bekerja di bank selama kurang lebih 15 tahun. Malang, bank itu kemudian dinyatakan bermasalah sehingga seluruh karyawannya di-PHK. Dewi yang sempat merasa bingung soal pilihan objek usaha, akhirnya mantap berbisnis tas lukis dan dompet yang tampilannya cantik-cantik.

“Sebelum usaha tas lukis dan dompet seperti sekarang ini, saya sudah coba buat kerajinan jepit rambut. Lumayan booming selama dua tahun. Saya juga pernah coba tas mote. Setelah itu, kerajinan souvenir untuk pernikahan. Setelah itu agak turun pemasaran, karena mulai banyak pemain lain, sehingga saya coba-coba tas dan dompet ini. Yang diberi motif menggunakan decoupage, sehingga bergambar indah dan memikat konsumen,” ucap istri dari I Nyoman Mudita ini.

Belajar Seni Decoupage Lewat Internet

Teknik decoupace ini dipelajari Dewi dari hasil browsing di internet dan sempat belajar secara otodidak. Setelah itu, untuk memantapkan kemampuan, wanita ini sempat belajar pada sahabat baiknya yang telah mengusai penerapan teknik decoupaint pada berbagai macam kerajinan.

Hasilnya ternyata luar biasa. Berkat penerapan teknik decoupage ini, maka kerajinan yang semua tampil polos, menjadi bermotif indah. Seperti motif kupu-kupu terbang, bunga mawar merekah, anjing lucu, dan beraneka bunga lain yang mempesona.

Baca Juga Artikel Ini :

Dari Hobi Menempel Tisu, Ria Hasilkan Uang Dari Kerajinan Decoupage

Dokter Cantik 27 Tahun Ini Lakoni Bisnis Anyaman Beromzet Rp 100 Juta

Ketika menawarkan hasil kerajinannya pada teman-teman dekat, sambutannya ternyata sangat antusias. Banyak yang tertarik dengan produk yang dibikin Dewi. Untuk dompet, Dewi menawarkan dengan harga Rp 50 ribu – Rp 200 ribu.

Bahan untuk membuat dompet, menggunakan kulit sapi atau kulit imitasi, mendong, bambu, rotan dan daun lontar. Khusus bahan tisu untuk aplikasi decoupage, Dewi masih memesan dari Jakarta, karena memang masih belum tersedia di Bali.

Tak Segan Berbagi Ilmu ke Anak Yatim

Usaha tas lukis dengan teknik decoupageWanita ini bersyukur, usaha yang dirintisnya dua tahun lalu ini, mulai membukukan omzet Rp 7 juta – Rp 8 juta per bulan. Omzet ini mayoritas didapatkan dari penjualan online, setelah anak-anaknya rajin mengupload produk kerajinan Dewi di media sosial.

Di sisi lain, Dewi pun tak segan berbagi ilmu kepada anak-anak yatim, kalangan kurang mampu atau ibu rumah tangga, agar mempelajari teknik decoupage. Tujuannya agar ada kemandirian dan barangkali di hari depan nanti, keterampilan ini bisa dijadikan pegangan hidup sebagai lahan mencari nafkah.

“Kalau lagi ada order banyak, saya selalu memanggil anak-anak yatim itu untuk membantu produksi kerajinan. Kan lumayan, selain dapat penghasilan juga untuk mengasah kemampuan,” ujar wanita kelahiran tahun 1966 ini.

Menyinggung soal ketatnya bisnis kerajinan belakangan ini, Dewi mengaku tidak risau. Hal ini disebabkan dirinya sudah tergabung dengan asosiasi perajin di Bali, sehingga ada keseragaman kalau mau menjual produk ke pasaran. Dengan demikian, antar perajin tidak melakukan persaingan tidak sehat dan memberikan harga yang seragam kalau barang mau dijual secara eceran, grosir atau harga reseller.

“Meski ada yang kadang menjual kerajinan dengan harga murah, tapi kalau hasilnya tidak bagus, lama-lama konsumen sadar dan meninggalkannya. Saya komitmen membuat produk bagus dan berkualitas, meski harganya agak mahal. Karena bahan yang dipilih memang bukan sembarangan. Memang itu konsekuensinya, kalau menggunakan bahan pilihan,  harga menjadi agak tinggi. Tapi konsumen paham kok dan tidak pernah komplain,” ujarnya seraya mensyukuri suami dan anak-anaknya selalu mendukung usahanya.

Tim Liputan BisnisUKM

(/Vivi)

Kontributor BisnisUKM.com wilayah Bali