Jika biasanya daun kering di sekitar kita sering dianggap sebagai sampah yang hanya bisa dibakar dan dibuang, maka di tangan Siti Retnanik (55) sampah-sampah tersebut bisa dikreasikan menjadi beragam jenis produk kerajinan cantik yang bernilai jual cukup tinggi di pasaran.
Saat ditemui Jumat (8/2) di kediamannya yang terletak di Ngagel Mulyo Surabaya, Siti Retnanik yang sehari-harinya akrab dipanggil Nani ini menceritakan bahwa awalnya ide bisnis tersebut muncul dari kebiasaan sang suami yang mempunyai latar belakang di bidang pertanian dan gemar mengumpulkan daun-daun kering. Ketika suaminya memasuki masa pensiun, koleksi daun-daun tersebut kemudian dibuatkan sebuah katalog, lengkap dengan nama latinnya. Dari sinilah Nani mulai tertarik memanfaatkan limbah daun kering yang ada di sekitarnya untuk dikreasikan menjadi aneka kerajinan unik daur ulang limbah daun kering.
Mengawali usahanya pada 9 September 1996, produk pertama yang berhasil dibuat Nani kala itu adalah kartu ucapan dari daun kering. “Pada waktu itu belum ada sms, kami membuat kartu ucapan dari daun dan rumput, lalu kita lempar ke Pulau Bali dan responnya sangat bagus,” kenang ibu tiga anak ini.
Kepada tim bisnisUKM, Nani mengungkapkan bahwa modal awal yang Ia gunakan untuk memulai usaha kerajinan daur ulang ini adalah uang pesiunan sebesar Rp 100.000,00. “Waktu itu ada pesanan dari teman baik dan dari uang Rp 100.000 tersebut bisa balik modal menjadi Rp 500.000,” cetusnya sambil tertawa. Sampai saat ini Nani terus mengembangkan desain produk kerajinan yang Ia hasilkan, dan sudah ada sekitar 100 desain yang telah dihasilkan dari keuletannya. Beberapa produk yang dihasilkan seperti kategori produk interior, pernak pernik, souvenir pernikahan, kemasan produk, dan lain sebagainya.
Info Produk Kriya Daun Kering
Memanfaatkan bahan baku utama berupa daun kering, selama ini Nani membutuhkan waktu pengerjaan kurang lebih 2 hari untuk mengerjakan orderan produk. Namun, tentunya batas waktu tersebut juga bisa berubah disesuaikan dengan jumlah orderan, semakin banyak jumlah permintaannya maka semakin lama pula proses produksinya. Setiap bulannya kapasitas produksi kerajinan daun kering bisa mencapai 1.500 untuk semua desain.
Dibantu oleh enam orang pegawai inti dan tenaga borongan dari warga di sekitar rumahnya, produk seni kriya daun kering yang dihasilkan Nani dibandrol dengan harga jual yang sangat beragam, yakni mulai dari Rp 5.000,00 sampai dengan Rp 5 juta. Contohnya saja untuk produk kap lampu dibandrol dengan harga Rp 85.000,00-Rp 300.000,00, sedangkan kerajinan lukisan dari daun kering dihargai sekitar Rp 5.000.000,00 (harga produk disesuaikan ukuran, nilai seni, dan tingkat kesulitannya selama proses produksi).
Untuk masalah pemasaran, Nani sebagai pengelola Kriya Daun Kering awalnya menyewa toko dan mendapatkan respon cukup bagus sehingga banyak pelanggan yang datang ke tempat usahanya. Namun sayangnya lambat laun harga sewa toko terus naik, sampai akhirnya toko tersebut Ia tutup kemudian Nani mulai melakukan pemasaran dari rumah pribadinya, menitipkan produk-produknya di Dekranas dan mengikuti beberapa event pameran yang diadakan pihak swasta maupun pemerintah. “Dari pemasaran tersebut, saya bahkan mendapatkan konsumen dari Inggris dan sudah 8 tahun menjadi pelanggan setia dan setiap bulannya rutin order, sampai-sampai sudah seperti keluarga sendiri”, terang wanita berjilbab tersebut.
Meskipun sampai hari ini Nani sering terkendala dengan kurangnya tenaga SDM, namun Ia berharap agar bisnis ini berkembang semakin bagus sehingga bisa memiliki showroom sendiri dan produknya menjadi salah satu cindera mata khas Kota Surabaya. Di akhir pertemuannya dengan tim bisnisUKM, Nani menyelipkan beberapa tips bagi para pemula dan pelaku usaha yang ingin sukses menjalankan bisnisnya. “Yang terpenting jangan mudah menyerah, terus berkreasi dan melakukan inovasi baru yang layak jual”, ujar Nani sembari mengajak orang-orang untuk ikut terjun di dunia usaha.
Tim Liputan BisnisUKM
kreatif bget ajarin donk
bagaimana cara mendaur ulangnya..?