Dalang Muda Ini Tekuni Bisnis Kerajinan Wayang di Era Millenial

Dalang Muda Ini Tekuni Bisnis Kerajinan Wayang di Era Millenial
Margono Prasetyo merupakan generasi ke-19 di keluarganya yang menggeluti seni wayang. Setelah lulus SMK Seni Rupa, pria kelahiran Wonogiri ini langsung memutuskan untuk kuliah di ISI Surakarta jurusan Pedalangan.

Mimpi Margono Prasetyo membuat wayang kulit berukuran raksasa akhirnya terwujud. Mimpi semasa duduk dibangku kuliah itu pun semakin lengkap karena bisnis kerajinan wayang yang Ia tekuni tidak hanya mendatangkan penghasilan, tapi karya buatannya sampai dua kali diterima Presiden Joko Widodo. Sebuah hal yang tak pernah disangka Margono.

Dalang muda yang akrab dipanggil Gogon ini merupakan lulusan ISI Surakarta jurusan pedalangan. Mimpi berkarya dan mencari penghidupan dari dunia wayang ia wujudkan dengan mendirikan Sanggar Wayang Gogon di Jebres, Solo. Sanggar ini tidak jadi jadi wokshop bisnis kerajinan wayang yang Ia geluti, tapi juga menjadi tempat berkarya seniman-seniman lain termasuk mahasiswa ISI Surakarta.

Melalui sanggar, Gogon berkeliling ke berbagai kota memainkan pementasan. Pementasan pertama ia selenggarakan di Jakarta. Waktu itu dia diminta untuk memainkan wayang dengan lakon Joko Tingkir.

“Saya dan teman-teman berpikir untuk membuat pementasan yang lain. Lalu kita sepakat untuk memadukan wayang kulit dengan kesenian lain seperti wayang orang, tari Jawa, dan lainnya,” lanjut Gogon. Setelah mendapat tanggapan positif, konsep lain mulai digagas Gogon beserta teman-teman sanggar. Di setiap kota yang mereka singgahi, Gogon selalu melibatkan seniman-seniman lokal untuk menggarap pertunjukkan dalam satu cerita utuh.

Prestasi Gogon di pewayangan
Sebagai dalang, Gogon pernah berbagai pementasan wayang. Wayang yang dipentaskan Gogon lain dari yang lain karena memadukan berbagai bentuk kesenian.

Berbagai kota kabupaten pernah mereka singgahi seperti Jakarta, Magetan, Boyolali, Wonogiri, dan lainnya. “Kami selalu mencoba mengangkat potensi daerah dimana kita diminta tampil. Kami bisa tampil maksimal, para seniman lokal juga senang, penonton juga terhibur, dan yang mengundang kami juga senang,” cerita Gogon.

Selain pementasan, Sanggar Wayang Gogon juga memproduksi berbagai kerajinan wayang mulai dari wayang pakem hingga wayang hiasan. Wayang-wayang tersebut tak hanya diminati kalangan mahasiswa dan dosen, namun juga dalang tersohor seperti Mantep Sudarsono dan Enthus Susmono.

Meski di tengah gerusan jaman millenial, saat ini bisnis kerajinan wayang yang dilestarikan Gogon masih mampu bertahan. Bahkan sekarang ini total Gogon memiliki lebih dari 60 orang tenaga kerja, mulai dari proses menteng lulang, nyorek atau desain, natah, nyungging, nggapit, hingga finishing.

Untuk kapasitas produksi, sampai saat ini Gogon dan teman-teman mampu mengerjakan 100 buah wayang per bulan. Sedangkan untuk pengerjaan, rata-rata satu wayang memerlukan waktu 10 hari, terbagi dalam 1 hari persiapan, 4 hari natah, 4 hari nyungging, dan sehari finishing. Produk wayang buatan Gogon dijual bervariadsi mulai dari 350 ribu hingga 2,5 juta rupiah untuk kualitas sedang dan 900 ribu hingga 5 juta rupiah untuk kualitas yang lebih tinggi.

Tekuni Bisnis Kerajinan Wayang Untuk Diwariskan ke Penerus Bangsa

pembuatan kerajinan wayang
Natah merupakan salah satu proses dalam mengerjakan wayang. Satu buah wayang membutuhkan waktu hingga 10 hari pengerjaan hingga siap dimainkan.

Salah satu misi Gogon selanjutnya adalah membagikan semangat seni pewayangan kepada anak usia dini. Sebagai generasi ke-19 di keluarganya yang menekuni dunia wayang, Gogon sejak kecil sudah menyenangi seni budaya Jawa tersebut. Ia tahu bagaimana wayang mampu memberinya penerangan hidup. Falsafat dan pelajaran dalam wayang mampu membangun optimisme pada dirinya.

Gogon pun menceritakan mulai melakukan program pengenalan wayang kepada anak-anak. Yang pertama ia lakukan di Pekalongan dimana Gogon akan mengajarkan seluruhnya tentang wayang kepada 500 anak mulai dari TK hingga mahasiswa. Tak hanya cerita pewayangan, cara membuat kerajinan wayang pun diajarkan Gogon kepada mereka. Harapannya tidak muluk-muluk, hanya ingin mengenalkan wayang dan berharap anak-anak menyenanginya meski sekarang ini jaman sudah serba gadget.

“Bahkan misi semar raksasa juga berbeda dari pertama kali dibuat dulu. Kalau dulu untuk diberikan kepada pemimpin yang berkomitmen untuk menyatukan rakyat. Kini semar raksasa memiliki tujuan mengajarkan petuah hidup dan melestarikan kebudayaan khususnya wayang,” pungkas Gogon.

Tim Liputan BisnisUKM
(Rizki B.P)
Kontributor BisnisUKM.com wilayah Solo Raya