Hobi berujung jadi peluang usaha sudah bukan barang aneh lagi di jaman milenial seperti sekarang ini. Bahkan tak jarang dari hobi bisa berbuah omzet bisnis yang lumayan menggiurkan. Namun satu catatannya, asalkan hobi itu ditelateni serius tidak setengah-setengah. Pasangan suami istri, Zuhandri dan Dini Fuadillah Sofyan sudah membuktikannya lewat brand usaha bernama Lapak Cindo pasangan suami istri ini kompak membuka toko online di instagram.
Dini bercerita awalnya karena hobinya sedari kecil yang suka sering sekali berjualan apapun sejak SD (makanan ringan, es, buku dan lainnya). Hobinya jualan itu dibawanya sampai bangku kuliah. Saat itu dirinya ikut kompetisi wirausaha. Alhasil, menang dan mendapatkan dana usaha sekitar Rp 15.000.000. Lalu dengan perkembangan era digitalisasi, Dini dan suaminya lantas berpikir bagaimana jika membuka bisnis toko online?
Semakin kuat keinginannya saat di pikiran terlintas, “Kenapa tidak kita gunakan untuk hal yang bermanfaat target minimal diri sendiri, keluarga dan lingkungan sekitar. Sayang jika hanya digunakan untuk hal-hal yang kurang bermanfaat!”
Tercetuslah ide bisnis toko online dan berdirilah Lapak Cindo dan turunan bisnis lainnya. Lapak Cindo berdiri pada April 2017 dengan modal awal sekitar Rp. 100.000.
“Soal Inspirasi bisnis yang terpenting adalah bagaimana kita bisa bermanfaat bagi diri kita, lingkungan dan orang lain. Semua orang bisa menginspirasi dengan jalannya masing-masing, seperti proyek sosial, aktivitas pemberdayaan SDM, bisnis/wirausahan dan lainnya. Lalu, yang menginspirasi saya untuk mendirikan bisnis adalah orang tua, keluarga kecil dan pengusaha-pengusaha yang sudah berpengalaman bahkan anak muda yang sukses dengan bisnisnya masing-masing,” tuturnya kepada Bisnisukm.com.
Berawal dari Kerupuk Sampai Snack Coklat Rumahan
Awal berdirinya Lapak Cindo, mereka berdua menjual makanan khas Palembang, seperti kerupuk dan kemplang. Setelah merintis dan memiliki pelanggan serta market, mereka memberanikan diri untuk mengeluarkan produk buatan sendiri atau homemade , seperti aneka sambel dari @lapakcindo, olahan kue (bolen, brownies dan lainnya), kopi (@cindo.coffee), minuman yoghurt, dan jus. Tak ketinggalan olahan cokelat yang saat ini penjualannya luar biasa, yaitu Brontoloro.
Tak hanya produk homemade dengan merk dagang sendiri, mereka juga ada merk dagang orang lain atau sebagai distributor atau kemitraan. Menjual makanan hits dari berbagai daerah, seperti olahan cireng, seblak, baso aci, mie lidi, macaroni dan lainnya.
Dini mengatakan harga yang ditawarkan oleh Lapak Cindo beragam rupa, termasuk sistem agen/reseller serta umum juga memiliki harga yang berbeda-beda. Mulai dari Rp 10.000 – Rp 35.000.
“Alhamdulillah produk yang dijual di Lapak Cindo hampir laku semua. Hanya saja olahan cokelat dan makanan ringan yang gurih dan pedas lebih diminati,”tuturnya.
Sementara itu untuk Brontoloro (olahan soes cokelat dengan beragam varian rasa) produksinya dilakukannya di salah satu rumah dengan jumlah karyawan kurang lebih 10 orang saat ini. Kapasitas produksi minimal 100box/hari dan mengalami peningkatan jika orderan yang masuk banyak. “Untuk bahan baku yang pastinya cokelat, soes dan kami mendapatkan bahan baku dari distributor resmi setiap merk,” katanya.
Selain Brontoloro, ada olahan kopi yang pengambilan bahan bakunya langsung ke kebun kopi di beberapa daerah di Sumatera, khususnya Sumatera Selatan dan Bengkulu. Sedangkan untuk olahan kue dan sambel hampir mirip dengan Brontoloro.
Bagaimana dengan distribusinya? Dini menuturkan jangkauan pemasaran sudah mencakup hampir seluruh kota dan kabupaten di Indonesia, dari Aceh hingga Jayapura dan Sorong, bahkan melalang buana ke negara tetangga seperti Malaysia, Singapura, Brunei Darussalam, Arab Saudi, Jepang.
“Kami memadukan strategi pemasaran yang dilakukan secara online dan offline. Ada yang langsung ambil ke tempat dan pengiriman via ekspedisi serta kurir online hampir setiap hari,” imbuh Dini.
Walapun pasangan suami istri ini berhasil memasarkan produknya ke banyak tempat, Dini mengakui ada saja kendala yang dihadapi. Misalnya pelanggan dan market yang jenuh dengan produk/varian.
Namun, mereka mengatasinya dengan cara melakukan inovasi, misal dengan menambah variasi rasa, produk, merubah sedikit desain packaging dan lainnya. Serta mengupgrade diri plus tim dengan mengikuti kelas bisnis dan konsultasi dengan mentor bisnis.
“Tekad awal kebermanfaatan yang kita lakukan itu harus berdampak positif bagi diri kita dan orang lain. Dengan memiliki karyawan, brand sendiri serta bisa membantu mulai anak sekolah/pelajar sampai orang tau yang sudah cukup umur untuk mendapatkan penghasilan tambahan,” tuturnya.
Dini mengatakan jika usaha yang “dianggap receh” bisa dijalankan dengan serius maka hasilnya lebih dari sekedar receh. “Pernah beberapa kali mendengar komentar positif, dengan bergabungnya di Lapakcindo bisa membiayai kuliah dengan uang hasil perputaran bisnis tersebut. Selain itu ibu rumah tangga juga bisa menabung untuk keperluan sekolah anaknya,” katanya.
“Dan hakikatnya, kemenangan terbesar adalah ketika apa yang kita lakukan efeknya terus berjalan dan berputar bukan hanya di diri kita pribadi, tapi jangkauan yang lebih luas dan tak terbatas.”
Mereka berdua punya harapan kedepannya bisa memiliki karyawan yang lebih banyak, sejahtera dan mampu merekrut agen atau mitra bisnis diseluruh provinsi di Indonesia dan luar negeri serta memiliki line of businesses lainnya.
Tim Liputan BisnisUKM
(/Harry)
Kontributor BisnisUKM.com wilayah Jakarta