Sentra Industri Sohun, Turun Temurun Hidupi 1.000 Warga Desa Manjung

Proses pemasakan onggok pati masih dilakukan secara manual
Desa Manjung menjadi tempat bagi sekitar 65 produsen sohun. Proses pemasakan onggok pati masih dilakukan secara manual. Api harus benar-benar panas agar tingkat kematangan sesuai.

KLATEN, JAWA TENGAH – Letak Desa Manjung tak jauh dari pusat Kabupaten Klaten, berjarak sekitar 20 menit perjalanan dengan sepeda motor. Sampai di Desa Manjung akan terlihat banyak bangunan semi permanen berjajar di tepi sawah. Jumlahnya puluhan dan mulai dari bangunan-bangunan itulah seribu lebih warga Manjung menggantungkan hidupnya.

Tepat di depan bangunan-bangunan tersebut, pematang sawah dialihfungsikan warga menjadi tempat menjemur vermiseli atau masyarakat lebih mengenalnya dengan nama sohun. Sudah sejak tahun 1950-an Desa Manjung, Kecamatan Ngawen, Kabupaten Klaten, menjadi sentra produksi sohun putih di kawasan Klaten dan sekitarnya. Bahkan namanya sudah tersohor seantero Jawa karena pembelinya datang dari banyak daerah.

Ramainya pesanan sohun yang datang ke daerah Manjung tak ayal membantu perekonomian warga. Desa seluas 120 hektar tersebut dihuni sekitar 3.500 warga dan 30 persennya menggantungkan hidup dari usaha sohun tersebut. Bila dihitung ada sekitar seribu orang warga Manjung yang hidup dari perputaran rupiah sentra sohun di sana.

Sohun dicetak dan dijemur di bawah terik matahari langsung.
Masih di tempat yang sama, sohun dicetak dan dijemur di bawah terik matahari langsung.

Para warga yang hidup dari usaha sohun tersebut mendapat pembagian pekerjaan yang berbeda-beda. Banyak di antara mereka yang bekerja turun temurun dan menyalurkan ilmu mereka kepada generasi penerusnya. Ada yang menjadi juragan, ada yang bekerja di produksi, packaging, distribusi, dan lainnya. Rantai usaha tersebut terbentuk secara alami selama puluhan tahun.

Baca Juga Artikel Ini :
Sukses Mempertahankan Bisnis Makanan Tradisional Etnis Tionghoa

Usaha Keripik Paru Bu Mangun Pertahankan Resep Legendaris Sejak 1960

Total ada sekitar 65 tempat produksi sohun di Manjung yang mampu menghasilkan berton-ton sohun setiap harinya. Sohun mentah itu dikirim ke berbagai kota di Indonesia seperti Jakarta, Bandung, Surabaya, Solo, Jogja, dan beberapa daerah di luar Pulau Jawa. Harga yang dipatok pun sangat variatif mulai dari ribuan tergantung kualitas dan takarannya.

Rantai Ekonomi yang Berjalan di Manjung

Pematang sawah di sana disulap menjadi tempat penjemuran sohun.
Pematang sawah di Desa Manjung disulap menjadi tempat penjemuran sohun.

Menurut Amanto, Kepala Desa Manjung, terbentuknya sentra sohun Manjung berawal dari seseorang bernama Slamet Somo Suwito yang mendirikan tempat produksi sohun pertama sekitar 60 tahun yang lalu. “Dengan cepat Pak Slamet sukses dan kesuksesan itu diikuti para tetangga yang juga membuka usaha sohun. Banyak yang mendapat ilmu dari Pak Slamet,” ungkap Amanto kepada BisnisUKM.com.

Berbeda dengan dulu, lanjutnya, sekarang produksi sohun di Manjung sudah mendapat sentuhan teknologi. Meskipun begitu, ternyata proses pembuatan sohun tak bisa dikatakan sederhana. Butuh waktu berhari-hari untuk menyulap onggok pati menjadi sohun kering siap masak.

Sohun dibuat dari bahan onggok pati yang sebagian besar didatangkan dari Kecamatan Bayat. Onggok pati dicuci dan direndam dengan air kaporit supaya bersih dari bakteri. Proses perendamannya saja bisa memakan waktu lima sampai tujuh hari. Selanjutnya onggok pati dimasak menggunakan mesin dan dijemur selama kurang lebih empat jam di bawah sinar matahari langsung.

Salah satu perajin sohun, Kristanto, mengaku dalam sehari dia dan puluhan karyawan lainnya bisa melakukan tiga sampai empat kali penjemuran. “Selain permintaan pasar, produksi juga bergantung cuaca. Sinar matahari sangat penting dalam proses penjemuran,” ungkap Kristanto.

Guyub Rukun Warga Manjung

Setelah diangkat giliran para ibu menakar dan menimbang sohun.
Setelah diangkat giliran para ibu menakar, menimbang, dan memintal sohun kering. Setelah diberi kemasan, sohun kering tersebut siap dipasarkan.

Sementara itu, Sutarmi mendapat bagian pekerjaan yang lebih teduh. Layaknya ibu-ibu Manjung lainnya, Sutarmi bekerja menimbang dan memintal sohun kering untuk kemudian dipasarkan para distributor. “Biasanya sohun kering dibawa pulang sore hari. Setelah itu tugasnya ibu-ibu untuk menakar dan mewadahi sohun,” ungkap Sutarmi.

Bahkan bila pesanan banyak, Sutarmi dan para ibu Desa Manjung bisa bekerja hingga larut malam. Semua itu sudah menjadi hal yang biasa bagi mereka. Maka tak heran bila Desa Manjung terkenal desa yang ramai dan tak pernah tidur.

Selain itu, warga Manjung juga guyub. Sutarmi mengaku tak pernah ada persaingan yang tak sehat meski di Manjung terdapat banyak merk sohun berbeda. “Warga rukun, Mas. Bahkan bila ada yang hajatan, kita produksinya sementara libur dulu,” tutup wanita paruh baya tersebut.

Tim Liputan BisnisUKM
(/Rizki B.P)
Kontributor BisnisUKM.com Wilayah Solo Raya