Suatu ketika di akhir tahun 2010, Dewi Kucu melihat sebuah paper cutting sederhana di sebuah majalah fashion. Dewi memperhatikan sangat, kira-kira bagaimana cara membuatnya. Dan kebetulan keponakannya saat itu ada yang akan berulang tahun, terbesitlah dalam pikirannya untuk membuat paper cutting itu sebagai kado yang personal.
Awalnya tidak ada niatan bagi Dewi untuk menjadikan paper cutting sebagai bisnis, hanya sebagai hobi dan sebagai kado untuk kerabat atau keluarga. Tapi kemudian ada teman dan keluarga yang memesan, yang setiap tahunnya jumlah pesanan terus bertambah. Sampai akhirnya di tahun 2014 Dewi memutuskan untuk berhenti dari pekerjaannya di kantor dan menjadi full-timer seniman kertas dan mendirikan bisnisnya yang bernama cutteristic.
Lulusan Arsitektur Universitas Tarumanagara ini terbiasa menggunakan cutter dan berbagai material kertas dan karton untuk membuat maket bangunan. Dan untung, pekerjaannya terdahulu banyak membantunya mengembangkan bisnis paper cutting.
Baca Juga Artikel Ini :
Pengalaman bekerja di sebuah perusahaan furniture Vinoti Living yang menangani produk home accessories selama empat tahun membantunya dalam mengolah produk dengan memberikan nilai tambah sehingga bernilai jual tinggi. Dari pemilihan material, packaging dan presentasi. “Di Vinoti Living pula saya belajar fotografi dan dunia digital marketing, disana saya belajar pentingnya memasarkan produk melalui online”katanya.
Dewi keluar dari Vinoti Living di tahun 2012 dan masuk ke perusahaan distributor buah segar, Sunpride sebagai Digital Marketing Manager. Di tahun itu, wanita cantik ini membuat website yang berisi dokumentasi karya-karya beserta keterangan produk dan harga. Latar belakang sebagai fotografer jugalah yang membuat Dewi dapat mendokumentasikan karyanya dengan baik agar produk dapat lebih dipahami oleh masyarakat
“Selain itu sedari kecil saya sudah menyukai berbagai macam kerajinan tangan, seperti menjahit, menyulam, merajut, origami, paper quilling, menggambar dan lainnya. Mungkin dari sana tangan saya sudah dilatih untuk mengerjakan pekerjaan tangan yang rumit dan detail yang memerlukan ketekunan yang diperlukan dalam membuat paper cutting” tuturnya.
Terkait tentang nama Cutteristic sendiri, Dewi bercerita kata itu berasal dari cutter dan characteristic. Dewi berujar setiap karya seni potong kertas memiliki karakteristiknya masing-masing melalui pesan yang ingin disampaikan melalui bentuk pola yang unik dan tingkat kerumitan di dalam proses pembuatannya. Design dapat menjadi sangat rumit ataupun sederhana tergantung dari keinginan seniman dan dapat berupa lukisan realistic ataupun abstrak.
Menyelipkan Unsur Budaya Indonesia
Berkat keahliannya di sehelai kertas, Dewi membuat kado farewell dan ucapan terimakasih yang paling banyak dipesan oleh perusahaan. Selain itu juga ada Kado Ulang Tahun, Kado Pernikahan & Ulang Tahun Pernikahan, Kado Anak, Kado Bayi Baru Lahir dan Souvenir Perusahaan.
Untuk proses pengerjaannya Dewi bercerita, pertama ia menerima design foto dari klien lalu digambar ulang di komputer dengan program Adobe Illustrator selama 30 sampai 120 menit. “Ini adalah proses yang paling sulit karena disinilah bagian utama dari karya paper cutting, design harus bagus dan digambar semirip mungkin dengan foto klien agar karakter dari wajah klien dapat diterjemahkan dengan jelas dan orang yang melihat hasil akhirnya akan mengenali siapa gambar dari paper cutting wajah yang dimaksud” tuturnya.
Setelah itu masuk proses cutting, dimana design yang sudah disetujui oleh klien akan dipotong manual dengan cutter selama 4 hingga 12 jam. Dan yang terakhir adalah proses assemble dimana kertas yang sudah dipotong akan dimasukkan kedalam bingkai sebelum dikirim ke klien sekitar 30 menit.
Nah, salah satu yang unik dari bisnis kerajinan yang dikembangkan Dewi yaitu sedapat mungkin ia menyelipkan unsur budaya Indonesia. Pasalnya, Dewi senang dan bangga memakai pola batik. Kalau selama ini seniman memanfaatkan pola tradisional Indonesia dalam media kain, ukiran kayu atau batu, Dewi mengeksploitasinya ke media baru, yakni kertas yang diukir.
“Sedapat mungkin setiap pesanan klien akan saya selipkan motif batik sebagai background untuk menciptakan identitas paper cutting Indonesia yang dapat dibedakan dari karya-karya paper cutting seniman dari negara-negara lain” katanya.
Untuk pemasaran atau distribusinya, di tahun-tahun awal Cutteristic, Dewi mencoba berbagai media online maupun offline, dengan mengikuti pameran, bazaar, konsinyasi di berbagai tempat, gedung, mall juga pemasaran online (website, sosial media). Tahun ini dia hanya fokus di online karena itu yang dirasakannya paling efektif dan berdampak besar. Sampai 2016 ini sudah lebih dari 4.000 karya yang dihasilkannya dengan per bulan bisa menangani sekitar 30 – 50 klien
Menyoal rencana ke depan, Dewi mengatakan Cutteristic selalu berinovasi mengembangkan paper cutting ke jenis produk lain diluar kado, bingkai, dekorasi dinding, yang biasa dikerjakan sebelumnya. Seni paper cutting tidak hanya dapat diterapkan di media kertas, tetapi juga media lain, berikut ekspansi yang sudah dikerjakan oleh Cutteristic.
“Cutteristic akan dikembangkan ke media-media lain dan lini produk lain bukan hanya sebagai kado di dalam bingkai yang selama ini saya kerjakan, tapi akan dikembangkan ke arah fashion, interior, arsitektur, dan lainnya” pungkasnya.
Tim Liputan BisnisUKM
(/Harry)
Kontributor BisnisUKM.com wilayah Jakarta